Beranda > Seputar Pondok > Kajian Fiqh > Musyawarah Gabungan MDT Putri: Suami hilang kabar, istri menikah lagi, bolehkah???

Musyawarah Gabungan MDT Putri: Suami hilang kabar, istri menikah lagi, bolehkah???

mdt putri

Tulisan ini hadir sebagai bentuk responsif santri MDT terhadap perkembangan pembelajaran terhadap fenomena sosial. Dua fenomena sosial yang dibahas kali ini berkaitan dengan pernikahan dan haul yang melahirkan pandangan tentang pengambilan hukum juga perpindahan mazhab.

Dua hal itu kemudian dikaji dalam musyawarah gabungan dari seluruh delegasi kelas yang diadakan oleh MDT al-Anwar 3 Putri. Musygab kali ini dimoderatori oleh ustadz Jawaharul Mufti, ustadz Ibnu Fajar dan Ustadz Maulana Faqih sebagai muharrir, kemudian dihadiri oleh ustadz Nur As’ad dan ustadz Irzan al-Majid sebagai mushohih. Adapun penjabaran dari dua fenomena di atas yaitu:

Zaid dan Mia adalah pasangan suami istri yang baru saja menikah. Zaid merupakan seorang pelaut di salah satu perusahaan pelayaran yang memiliki risiko tinggi terkait keselamatan nyawa. Suatu hari, Mia mendapat kabar bahwa kapal yang dinaiki Zaid mendapat kecelakan. Seluruh awak kapal termasuk Zaid dikabarkan telah gugur dalam pekerjaannya akan tetapi jenazahnya tidak bisa dipulangkan karena jasadnya tidak ditemukan. Waktu terus berjalan hingga kabar kematian Zaid sudah lewat satu tahun. Pada akhirnya Mia memutuskan untuk menerima pinangan seseorang (bernama Ahmad) dan melangsungkan pernikahan setelah menjalani masa iddah. Setelah pernikahan Mia yang kedua berumur satu tahun, ternyata Zaid masih hidup dan kembali akan tetapi ia mendapati bahwa Mia sudah menikah lagi.

BACA JUGA :  Kalau Pengen Niru Mbah Moen, Harus Lebih dari Beliau

Pertanyaan

  • Bagaimana hukum pernikahan yang dijalani Mia dengan seorang (bernama Ahmad) tersebut. Apakah pernikahannya dianggap selesai atau masih bertahan?
  • Apakah yang dilakukan Mia (melangsungkan pernikahan lagi) itu dibenarkan, melihat adanya kabar meninggalnya sang suami (Zaid) sudah satu tahun?
  • Jawaban: Pernikahan Mia dengan Ahmad fasid dan dia kembali ke suami yang pertama (Zaid).

Berkaitan dengan peristiwa tragedi tenggelamnya kapal masih memungkinkan adanya para awak kapal yang selamat dari kejadian. Namun, informasi tentang meninggalnya Zaid yang diperkuat dengan beberapa saksi mata (dengan investigasi yang telah dilakukan oleh pihak perusahaan dan pihak terkait) bahwa Zaid dinyatakan meninggal dengan jasad yang tidak ditemukan ini bisa dijadikan sebagai ḥujjah (kekuatan) hukum. Namun klaim ini tentu juga harus melalui keputusan/pernyataan dari hakim.

Setelah hakim menyatakan bahwa Zaid benar-benar sudah meninggal, maka Mia boleh melakukan pernikahan dengan orang lain. Hal ini menunjukan bahwa pernikahan Mia dan Ahmad (suami kedua) dihukumi sah.

Namun Kembalinya Zaid dalam keadaan masih hidup menjadikan kabar meninggalnya Zaid itu khatha’. Dan keputusan hakim pun batal. Dengan demikian status pernikahan Mia kembali ke suami yang pertama (Zaid).

Setelah Mia kembali ke Zaid, dia memiliki dua pilihan yaitu antara mengambil kembali Mia sebagai istrinya atau mengembalikan Mia kepada suami kedua (Ahmad) dan menarik kembali mahar pernikahannya. (Kanz al-Raghibin)

(Tuhfatul Muhtaj:8/253)

قوله (وَمَنْ غَابَ) بِسَفَرٍ أَوْ غَيْرِهِ (وَانْقَطَعَ خَبَرُهُ لَيْسَ لِزَوْجَتِهِ نِكَاحٌ حَتَّى يُتَيَقَّنَ) أَيْ يُظَنَّ بِحُجَّةٍ كَاسْتِفَاضَةٍ وَحُكْمٍ بِمَوْتِهِ (مَوْتُهُ أَوْ طَلَاقُهُ) أَوْ نَحْوُهُمَا كَرِدَّتِهِ قَبْلَ الْوَطْءِ أَوْ بَعْدَهُ بِشَرْطِهِ ثُمَّ تَعْتَدُّ لِأَنَّ الْأَصْلَ بَقَاءُ الْحَيَاةِ وَالنِّكَاحِ مَعَ ثُبُوتِهِ بِيَقِينٍ فَلَمْ يَزُلْ إلَّا بِهِ أَوْ بِمَا أُلْحِقَ بِه

BACA JUGA :  Ngemong Santri ala KH. Maimoen Zubair; Sebuah Refleksi Guru Bangsa

(Kanz al-Raghibin: 2/399)

(وَلَوْ نَكَحَتْ بَعْدَ التَّرَبُّصِ وَالْعِدَّةِ فَبَانَ) الزَّوْجُ (مَيِّتًا) وَقْتَ الْحُكْمِ بِالْفُرْقَةِ (صَحَّ) النِّكَاحُ (عَلَى الْجَدِيدِ) أَيْضًا. (فِي الْأَصَحِّ) لِخُلُوِّهِ مِنْ الْمَانِعِ فِي الْوَاقِعِ وَالثَّانِي لَا يَصِحُّ لِانْتِفَاءِ الْجَزْمِ بِخُلُوِّهِ مِنْ الْمَانِعِ وَقْتَ عَقْدِهِ *وَلَوْ بَانَ الزَّوْجُ حَيًّا بَعْدَ أَنْ نَكَحَتْ، فَهُوَ عَلَى الْقَدِيمِ عَلَى زَوْجِيَّتِهِ كَالْجَدِيدِ لِتَبَيُّنِ الْخَطَإِ فِي الْحُكْمِ.

(Kanz al-Raghibin : 2/400)

وَلَوْ بَانَ الزَّوْجُ حَيًّا بَعْدَ أَنْ نَكَحَتْ، فَهُوَ عَلَى الْقَدِيمِ عَلَى زَوْجِيَّتِهِ كَالْجَدِيدِ لِتَبَيُّنِ الْخَطَإِ فِي الْحُكْمِ لَكِنْ لَا يَطَؤُهَا حَتَّى تَعْتَدَّ لِلثَّانِي، وَقِيلَ هِيَ زَوْجَةُ الثَّانِي لِارْتِفَاعِ نِكَاحِ الْأَوَّلِ بِنَاءً عَلَى نُفُوذِ الْحُكْمِ ظَاهِرًا وَبَاطِنًا، وَقِيلَ: الْأَوَّلُ مُخَيَّرٌ بَيْنَ أَنْ يَنْزِعَهَا مِنْ الثَّانِي وَبَيْنَ أَنْ يَتْرُكَهَا وَيَأْخُذَ مِنْهُ مَهْرَ مِثْلٍ لِقَضَاءِ عُمَرَ – رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ – بِذَلِكَ رَوَاهُ الْبَيْهَقِيُّ

(Al-Majmu’: 18/155)

(فصل) إذا فقدت المرأة زوجها وانقطع عنها خبره ففيه قولان (أحدهما) وهو قوله في القديم إن لها أن تنفسخ النكاح ثم تتزوج، لما روى عمرو بين دينار عن يحيى بن جعدة ” أن رجلا استهوته الجن فغاب عن أمرأته، فأتت عمر بن الخطاب رضى الله عنه فأمرها أن تمكث أربع سنين، ثم أمرها أن تعتد ثم تتزوج.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *