Beranda > Seputar Pondok > Bangunan Pesantren Turut Memberikan Tarbiyah: Sejarah Singkat Bangunan Pondok Pesantren Al-Anwar 3 Puteri

Bangunan Pesantren Turut Memberikan Tarbiyah: Sejarah Singkat Bangunan Pondok Pesantren Al-Anwar 3 Puteri

Santri dan pesantren. Keduanya saling berhubungan. Ketika seseorang menyebut kata ‘santri’, tentu dalam pikiran akan terlintas juga kata ‘pesantren’. Terlepas dari perbedaan ‘santri mukim’ dan ‘santri kalong’, secara umum definisi santri yakni orang yang mencari ilmu agama dan tinggal di dalam pondok pesantren diasuh oleh Kiai dan Bu Nyai.

Dahulu Raden Rahmat atau Sunan Ampel juga mendirikan tempat tinggal untuk para santri yang disebut langgar atau surau. Menurut Islah Gusmian (31:2005), pada abad 15 M. setelah berkembangnya dakwah Walisanga banyak tempat-tempat menimba ilmu agama yang disebut Nggon Ngaji (tempat mengaji) dan hari ini nggon ngaji dikenal dengan istilah pondok pesantren. Selain mengajar, beberapa pengasuh memang kerap menaruh perhatian terhadap pembangunan gedung pondok pesantren sebagai tempat belajar dan tempat tinggal para santri. Salah satunya adalah bangunan pondok Pesantren al-Anwar 3 Puteri yang diasuh oleh KH. Abdul Ghofur Maimoen.

pondok pesantren al anwar 3 putri
Pembangunan Ndalem ketika masih berwarna hijau

Pondok pesantren Al-Anwar 3 Puteri didirikan pertama kali pada hari Senin Legi, 13 Dzulhijjah 1433 H. bertepatan dengan tanggal 29 Oktober 2012 M. di dusun Gondanrojo desa Kalipang kecamatan Sarang kabupaten Rembang Jawa Tengah. Menurut pengakuan ustadz Nur As’ad, ketua pembangunan saat ini, pondok Al-Anwar 3 Puteri memang sengaja dibangun pada hari Senin Legi sesuai intruksi Syaikhina Maimoen Zubair Allahu yarham. Bukan asal menentukan hari, melainkan disesuaikan dengan kebiasaan orang Jawa tentang hari baik untuk membangun adalah hari dan pasaran yang jumlah neptu-nya ketika dibagi empat, sisa satu atau dua. Adapun Senin Legi memiliki jumlah neptu sembilan, ketika dibagi empat maka sisa satu. Sisa satu merupakan anjuran untuk membangun pesantren agar pesantren menjadi ramai. Berbeda ketika membangun rumah yang lebih baik menyisakan dua.

 

Bakal bangunan pondok pesantren Al-Anwar 3 tersebut dipaksa selesai dalam waktu singkat yaitu pada bulan Sya’ban 1434 H. sekitar delapan bulan masa pembangunan. Mengingat santri Puteri sebelumnya masih bermuqim di gedung selatan STAI Al-Anwar (sekarang difungsikan sebagai ruang perkuliahan) sedangkan pada bulan Ramadhan santri puteri diharapkan sudah menempati bangunan pondok pesantren baru. Alhasil, berdirilah bangunan pondok tiga lantai sebelah Barat (dari bangunan pondok pesantren sekarang). Lantai dasar disebut komplek Khadijah, lantai dua komplek Aisyah dan lantai paling atas berfungsi sebagai tempat menjemur pakaian para santri (saat ini menjadi komplek Zainab).

Selama ini, sebagian santri Al-Anwar 3 Puteri mengetahui bahwa bangunan pesantren yang mereka huni merupakan hasil desain pengasuh mereka, ibu Nyai Hj. Nadia Jirjis atau akrab dengan panggilan Mamah Nadia. Ketika melihat bentuk kanopi yang melengkung, mereka beranggapan bahwa bangunan tersebut didesain mengikuti arsitektur bangunan Timur Tengah. Kemudian hal itu dihubungkan dengan latar belakang pengasuh yang merupakan lulusan kampus Al-Azhar Mesir. Begitu menurut Difla Yuzakki Maula, salah satu santri generasi awal al-Anwar 3 Puteri.

taman di ndalem pondok pesantren al anwar 3 putri
Taman Pondok Pesantren Al Anwar 3 Puteri

Selama proses pembangunan, pengasuh pondok pesantren al-Anwar 3, KH. Abdul Ghofur Maimoen dan Ibu Nyai Hj. Nadia Jirjis turut memberikan sumbangsih, diantaranya dengan mendesain langsung bangunan pesantren. “Bangunan pondok ini, Babah punya ide besar, kulo detailkan. Setelah itu kulo pasrahkan ten pak As’ad dan tim pro-nya (Bangunan pondok ini, Babah Ghofur yang mempunyai ide besar, saya yang mendetaikan idenya. Setelah itu saya pasrahkan kepada pak As’ad dan timnya sebagai pelaksana pembangunan)”, tutur Mamah Nadia. Hal ini dibenarkan oleh Ustadz Zainal Arifin atau biasa disapa Bapak Jogor, salah satu anggota tim pembangunan al-Anwar 3 “Beliau (Mamah Nadia) memiliki keistimewaan menggambar dan mendesain”, ungkapnya.

Prinsip utama bangunan pondok pesantren menurut Mamah Nadia adalah aman, nyaman, serta cahaya dan ventilasi udara memadai. Tidak perlu bangunan yang mewah, cukup sederhana tetapi nyaman dan sehat bagi para santri. Hal senada mengenai prinsip pembangunan juga dituturkan oleh ustadz As’ad, “Yang menginspirasi niku kesederhanaannya Mamah, ngersakne yang sederhana tapi rapi. Seperti ndalem niku, dulu cat e ijo, waktu niku mamah belum kesini. Batin kulo ‘wah iki apik iki nek dimodel-model dan dicat warna-warni’ Tapi ternyata Mamah remene dicat cokelat kalih putih. Ya sudah kalau putih berarti tidak usah model-model.” (Yang menjadi inspirasi adalah kesederhanaan Mamah, beliau menginginkan yang sederhana tapi rapi. Seperti bangunan ndalem, dulu catnya berwarna hijau, pada waktu itu mamah belum pindah kesini (masih di Jogja). Dalam hati saya ‘wah bangunan ini bakal bagus kalau diberi variasi-variasi dan dicat warna-warni. Tapi ternyata mamah seleranya dicat warna cokelat dan putih. Ya sudah, kalau putih berarti tidak usah divariasi). Beliau juga mengingat pesan Babah Ghofur “Jangan sampai kita membangun karena ada santri yang penuh sesak, ibarat dapat burung baru (kemudian) membeli sangkarnya. Kita harus membuat rumah dulu sebelum mencari burung.”

BACA JUGA :  Tadarus[1] Al-Qur’an Di Bulan Ramadan

 

Penempatan ruangan dan bentuk bangunan pondok seluruhnya mendapat perhatian lebih dari pengasuh. Tidak hanya menjadikan bangunan pondok pesantren sebagai tempat tinggal, melainkan sebagai sarana belajar bagi santri untuk memahami manfaat bagian dari bangunan itu sendiri. Untuk menambah sirkulasi udara dan cahaya misalnya. Pengasuh membuat bangunan dengan ventilasi-ventilasi dari loster besar di aula komplek. Setiap kamar juga memiliki dua jendela dan di antaranya terdapat satu ventilasi kecil, ditambah lagi tiga ventilasi yang berukuran persegi panjang berdiri tegak di atas jendela dan pintu. Bila dipandang dari aula komplek depan kamar, kamar-kamar tersebut mirip rumah minimalis yang berjejer rapi di komplek perumahan. Termasuk kamar mandi dibuat minimalis berukuran 1×1 m2 dilengkapi dengan tatakan lebih tinggi sebagai tempat meletakkan ember pengganti bak mandi. Sengaja dibuat demikian sebagai upaya penghematan air.

kanopi pondok pesantren al anwar 3 putri
Pembuatan kanopi

Di tengah bangunan pondok pesantren terdapat dua petak taman yang dipisahkan oleh lorong penghubung gedung barat dan timur. Sehingga di dapati posisi gedung berbentuk persegi yang di tengahnya beratapkan langit biru ciptaan Yang Maha Kuasa. Pengasuh sengaja membuat taman di tengah pondok agar para santri dapat melihat tanaman-tanaman hijau dan menghirup oksigen langsung dari pohonnya, menatap langit dan merasakan langsung cahaya matahari serta tetes air hujan dan aroma khasnya meski sedang berada di dalam gedung pesantren.

Bentuk unik dan menjadi ciri khas gedung al-Anwar 3 Puteri adalah kanopi yang menggantung di depan kamar sebagai penahan air hujan agar tidak sampai masuk ke aula dan kamar. Bentuknya sederhana melengkung seperti huruf V terbalik, namun menambah kecantikan bangunan pondok pesantren itu sendiri. Sebenarnya arsitektur kanopi hanya mengikuti bentuk ventilasi bangunan STAI Al-Anwar Sarang sesuai permintaan Mamah Nadia. Jadilah kanopi sebagai wajah bangunan yang sederhana tapi ayu dipandang mata.

Sejak berjalannya pembangunan hingga sekarang, Pondok Pesantren Al-Anwar 3 Puteri memiliki tujuh komplek kamar dengan tinggi dinding setiap lantainya sekitar 4 m. Diantara komplek tersebut adalah komplek Khadijah, ‘Aisyah, dan Zainab yang bertempat di gedung barat, serta komplek Ummu Salamah, Shafiyah, Hafsah, dan Romlah di gedung timur. Seluruhnya didesain oleh Pengasuh kecuali aula Hafsah dan Romlah yang diserahkan kepada Ustadz Nur As’ad.

Selain pembangunan, juga terjadi perubahan-perubahan fisik terhadap bangunan pondok pesantren mengingat adanya kebutuhan mendesak. Komplek Hafsah misalnya. Awalnya berjumlah 12 kamar kini ditambah menjadi 16 kamar. Dapur pondok pesantren, pada awalnya sempit, diperlebar hingga memakan separuh taman sebelah utara. “Sebenarnya, pondok ini tidak ada desain komplitnya. Tidak ada rencana jadinya seperti ini dan ini, semuanya sambil berjalan. Gambar yang kami rencanakan ada dalam pikiran. Pantasnya seperti ini, baiknya seperti ini. Maka dari itu ada perubahan-perubahan yang terjadi.”, ungkap Ustadz As’ad.

bangunan pondok al anwar 3 putri
Pembangunan gedung bertingkat Pondok Pesantren Al Anwar 3 puteri

Arsitektur bangunan sederhana pondok pesantren al-Anwar 3 Puteri memberikan mindset baru bahwa pondok pesantren merupakan tempat belajar yang baik, sehat dan nyaman. “Agama Islam bukan hanya tentang zuhud, khusyu’ dan tirakat. Namun juga tentang memelihara kebersihan dan kesehatan. Doa kita juga ada dua Rabbanā ātinā fī al-dunyā ḥasanah wa fī al-khirah ḥasanah, maka keduanya harus diwujudkan. Spiritual harus dibangun, kehidupan yang nyata juga harus dibangun,” tutur Mamah Nadia.

BACA JUGA :  Al-Anwar 3 Putri Gelar Inaugurasi Pengurus 2020-2021

Mamah Nadia menegaskan betapa pentingnya menjaga lingkungan. Saat membangun sakalipun, tidak sekedar membuat bangunan berdiri kokoh, namun tetap memperhatikan hak bumi yang harus dipenuhi. Misalnya dengan menanam pohon dan membuat serapan air yang baik, mengingat manusia seharusnya tidak hanya mengambil tetapi juga turut berperan serta dalam siklus air di bumi. Babah Ghofur juga pernah berpesan bahwa sebuah bangunan harus mempunyai penghijauan seperti pepohonan, karena pohon adalah bagian dari taman yang dalam bahasa arab berarti jannah yaitu surga.

ndalem gus ghofur maimoen
Pohon sawo kecik yang berada di depan Ndalem

Selain mengembalikan hak bumi, menanam tumbuhan diartikan sebagai bentuk sedekah jariyah. Dengan menanam, seseorang telah bersedekah kepada siapapun, bukan hanya kepada orang yang berteduh, tetapi juga kepada seluruh makhluk hidup yang menghirup oksigen dan hewan yang tinggal di pohon tersebut. Itulah yang dimaksud fī al-dunyā ḥasanah wa fī al-ākhirah ḥasanah, sesuatu yang bersifat duniawi jika diniati ibadah maka akan menjadi ladang pahala di akhirat. Alasan tersebut adalah dasar utama mengapa di dalam pesantren dibuatkan taman.

Ada cerita menarik tentang salah satu pohon yang ditanam pengasuh di lingkungan pondok pesantren al-Anwar 3 Puteri, tepatnya di halaman depan ndalem (rumah) pengasuh. Pohon sawo kecik. Pohon ini ditanam berdasarkan filosofi orang Jawa, sawo kecik ben becik (agar menjadi baik). Selain sebagai bentuk sedekah, pohon tersebut diharapkan turut serta mendoakan kebaikan penghuni rumah.

 

Seluruh ide besar pengasuh yang dituangkan melalui bangunan pondok pesantren dan seluruh komponennya merupakan bagian dari pengajaran. Berharap santri terpengaruh oleh desain pesantren dan mengambil pelajaran darinya, yaitu sesuatu yang sederhana juga bisa memberikan kenyamanan. Hal ini kemudian dibawa oleh santri ketika pulang ke rumah. “Jika tujuannya hanya sebagai hiasan, tentu kolam tersebut dibangun di depan ndalem”, tutur Mamah tentang kolam ikan di belakang ndalem. Melihat warna-warni ikan berenang dan suara gemericik air yang menyenangkan diharapkan dapat memberikan mindset yang baik kepada santri dan masyarakat khususnya wali santri bahwa bangunan pondok pun sangat memperhatikan arsitektur.

Ndalem Pondok Pesantren Al Anwar 3
Kolam di Pondok Pesantren Al Anwar 3 Puteri

Kesederhanaan bangunan juga turut mengingatkan bahwa pesantren adalah tempat untuk tirakat, harus ada sesuatu yang ditinggalkan dengan mengikuti batasan-batasan yang ditetapkan. Karena menuntut ilmu di pesantren merupakan fase seseorang untuk menjalani tirakat agar menjadi manusia kuat. “Sak madyone (sewajarnya)”, lanjut Mamah.

Selain dibangun untuk memberikan pendidikan tentang ‘kesederhanaan’, bangunan Pesantren Al-Anwar 3 Puteri juga dibangun dengan semangat kesehatan serta mewujudkan dua doa yang sering dilantunkan. Saling bertanggung jawab kepada sesama, bukan hanya kepada Tuhan, sesama manusia tetapi juga kepada bumi dan alam semesta. Pertanggung jawaban yang sangat panjang, bukan hanya sekedar membuang sampah pada tempatnya, “Ayo bergerak bersama membuat lingkungan yang nyaman. Bersama memang lambat, saling menunggu satu sama lain. Tetapi pengaruhnya sangat besar. Hasilnya akan dibawa oleh santri sendiri sampai ke rumah. Berteriak sendiri memang bisa dilakukan. Namun seberapa terdengar suara yang kita teriakan. Berbeda ketika dilakukan bersama-sama.”, begitu pesan Mamah Nadia dengan raut wajah penuh semangat dan positive thinking. Hasil perubahan healthy life pada akhirnya timbul tidak karena tuntutan melainkan dari diri sendiri. Dengan demikian, seluruh kebaikan dunia yang diniati ibadah, agar berujung pada fī al-ākhirah al-ḥasanah.

Sumber informasi:

  1. Mamah Nyai Hj. Nadia Jirjis selaku pengasuh Pondok Pesantren Al-Anwar 3 Puteri
  2. Ustadz Nur As’ad selaku ketua tim pembangunan Al-Anwar 3
  3. Ustadz Ahmad Zainal Arifin selaku tim pembangunan Al-Anwar 3
  4. Difla Yuzakki Maula selaku santri generasi awal Al-Anwar 3 Puteri

Oleh: Dhoriya Nillah Wa’azza

Tim Multimedia PP. Al Anwar 3
Website dikelola oleh Tim Multimedia Pondok Pesantren Al Anwar 3 Sarang