Beranda > Keilmuan Islam > Semut dan Jago Sebagai Simbol Kekuatan Sosial

Semut dan Jago Sebagai Simbol Kekuatan Sosial

Dunia, dimana manusia tinggal adalah ladang untuk berlomba-lomba dalam kebaikan terlebih menggapai akhirat. Semua makhluk mengakui kebesaran dunia, terlebih mereka yang berakal. Makhluk yang tidak berakal pun senantiasa bertasbih kepada Tuhannya mengagungkan kebesaran-Nya; Pohon, dedaunan, juga hewan-hewan. Semua senantiasa ingat pada Tuhannya, serta mengingatkan makhluk lainnya. Allah Dzat Yang Maha Benar berfirman:

تُسَبِّحُ لَهُ السَّمَاوَاتُ السَّبْعُ وَالْأَرْضُ وَمَن فِيهِنَّ وَإِن مِّن شَيْءٍ إِلَّا يُسَبِّحُ بِحَمْدِهِ وَلَٰكِن لَّا تَفْقَهُونَ تَسْبِيحَهُمْ إِنَّهُ كَانَ حَلِيمًا غَفُورًا – الإسراء: ٤٤

“Langit yang tujuh, bumi dan semua yang ada di dalamnya bertasbih kepada Allah. Dan tak ada suatupun melainkan bertasbih dengan memuji-Nya, tetapi kamu sekalian tidak mengerti tasbih mereka. Sesungguhnya Dia adalah Maha Penyantun lagi Maha Pengampun” (Q.S. al-Isra: 44)

 

Manusia memang makhluk Allah SWT. yang sempurna, namun ia pun butuh dan akan selalu butuh akan bimbingan, bukan hanya berbentuk ilmu, melainkan juga khibrah (pengalaman) dan ibrah, semut adalah spesies yang patut ditiru manusia, terlebih dalam bersosialisasi. Semut adalah satwa darat mempunyai lebih dari 12.000 jenis. Sebagian besar hidup di kawasan tropika. ia juga disebut serangga sosial. Dengan koloni dan sarang-sarangnya yang teratur. Anggota koloni, terbagi menjadi semut pekerja, semut pejantan, dan ratu semut. ada pula semut penjaga. Satu koloni dapat menguasai daerah yang luas untuk mendukung kehidupan mereka. Koloni semut disebut “superorganisme” karena membentuk sebuah kesatuan. Keistimemewaan, kesatuan dan kehidupan sosial satwa ini tergambar dalam al-Quran, surat al-Naml ayat 18:

حَتَّىٰ إِذَا أَتَوْا عَلَىٰ وَادِ النَّمْلِ قَالَتْ نَمْلَةٌ يَا أَيُّهَا النَّمْلُ ادْخُلُوا مَسَاكِنَكُمْ لَا يَحْطِمَنَّكُمْ سُلَيْمَ وَجُنُودُهُ وَهُمْ لَا يَشْعُرُونَ – النمل: ١٨

BACA JUGA :  Setiap Sujud dan Ruku’ Mereka Dijanjikan Pahala Besar

“Hingga tatkala mereka (Nabi Sulaiman dan bala tentara) sampai di lembah semut berkatalah seekor semut, “Hai semut-semut, masuklah ke dalam sarang-sarangmu, agar kamu tidak diinjak oleh Sulaiman dan tentaranya, sedangkan mereka tidak menyadari.” (Q.S. al-Naml: 18)

Manusia dan semut mempunyai kemiripan: pertama, dalam tujuan; dengan kebersamaan, semut memiliki maksud untuk menguasai daerah agar terciptanya kehidupan, manusia bersama untuk mewujudkan kesuksesan hidup jangka panjang, kedua, dalam sistem kelompok sosial; semut memiliki pejantan dan ratu yang menjaga kelestarian jenisnya, semut pekerja, lalu semut penjaga. Begitupun manusia yang memiliki pemimpin, agar pekerjaan tetap dalam komando, penjaga atau pembantu pemimpin, dan masyarakat yang bernotabene sebagai pekerja, baik yang bersifat duniawi atau ukhrawi. Maka untuk terlaksananya tujuan, semut memiliki satu konsep, yaitu adanya kesatuan, begitulah keistimewaan semut yang Allah SWT. abadikan namanya sebagai salah satu surat al-Quran, yaitu al-Naml yang tentunya memiliki manfaat. Diantara manfaat semut yaitu mengingatkan manusia dalam bersosialisasi, berorganisasi, berdemokrasi, serta bernegara. Terkadang manusia memiliki semua unsur dari, pemimpin, penjaga atau pembantu pemimpin, serta rakyat, akan tetapi tidak memiliki kesatuan layaknya satwa kecil yang disebut semut. Maka manusia perlu belajar dari semut, karena mereka bukanlah makhluk yang individual dalam melakukan segala aktifitas. Kesatuan layaknya semut, seyogyanya diterapkan dalam ruang lingkup keluarga, desa, pasar, lembaga, atu bernegara. Konsep kesatuan ini menurut pepatah adalah pondasi kesuksesan.

Dalam bersosialisasi, bukan hanya semut yang dapat di ambil ibrahnya, jago pun perlu. Karena tatkala konsep semut sudah terlaksana dalam suatu lembaga sosial, kerajaan, atau pun lembaga plural lainnya, jika tanpa penasihat, mesti terasa kurang. Dalam hal ini, peran jago sangat perlu di timbang. Karena ia sendiri satwa yang selalu mengingatkan atau menasehati, disamping melaksanakan kewajibannya sendiri yakni dzikir.

BACA JUGA :  Sejarah, Hikmah, Dan Penetapan Puasa Ramadhan

Ibnu Murdawaih dan Abu Nu’aim mentakhrij hadist yang menjelaskan keutamaan dzikir, dari Aisyah radliyaAllahu ‘anhā, bahwa Rasulullah sallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Suara Jago adalah shalatnya (kepada Allah), kibasan kedua sayapnya adalah sujud dan rukuknya.” lalu rasul membaca ayat ini:

وَإِن مِّن شَيْءٍ إِلَّا يُسَبِّحُ بِحَمْدِهِ وَلَٰكِن لَّا تَفْقَهُونَ تَسْبِيحَهُمْ.

Nabi Sulaiman adalah nabi Allah yang diberi mukjizat bisa memahami perkataan hewan di dunia. Imam Suyuti menyebutkan kisah dalam kitab al-Habāik fī Akhbār al-Malāik, “Abu Syaikh mentakhrij khabar dari Abdul Hamid bin Yusuf, ia berkata, “Ada seekor jago berteriak di depan nabi Sulaiman, lalu beliau berkata, ‘Apakah kalian mengerti apa yang hewan ini katakan?.’ mereka (pengikut beliau) menjawab, ‘Tidak’ beliau berkata, jago itu berkata, ‘ingatlah kepada Allah wahai orang-orang yang lalai’.”

Seperti inilah peran jago, satwa peliharaan manusia di sekitar rumah. Meski ia seekor binatang layaknya semut, namun nilai dalam perannya perlu ditiru dalam berkelompok atau berorganisasi. Yakni sebagai pengingat dan penasehat bagi presiden, kyai yang sangat dibutuhkan dalam membimbing, begitupun raja terhadap qāḍī.

 

Sebenarnya, vertical communication (komunikasi tegak), horizontal communication (komunikasi mendatar), komunikasi lateral (antar unit atau kelompok), komunikasi diagonal (komunikasi silang), sangat dibutuhkan, agar berjalannya kelompok atau organisasi. Dan hubungan ini bisa terealisasikan dengan semboyan Ki Hajar Dewantara yang berbunyi, “Ing ngarso sung tulodo, Ing madya mangun karso, Tutuwuri handayani” (Yang di depan memberikan teladan, Yang ditengah membangun, Yang dibelakang memberi dorongan)

***

Aan Niamullah, santri asal indramayu

Tim Multimedia PP. Al Anwar 3
Website dikelola oleh Tim Multimedia Pondok Pesantren Al Anwar 3 Sarang

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *