Beranda > Keilmuan Islam > Tadarus[1] Al-Qur’an Di Bulan Ramadan

Tadarus[1] Al-Qur’an Di Bulan Ramadan

ramadan

Ramadan merupakan bulan yang penuh berkah, karena di dalamnya terkandung banyak kebaikan. Tidak heran, pada bulan ini semua umat Islam berlomba-lomba untuk mencari kebaikan serta berbagai amal ibadah mereka lakukan untuk mengisi bulan ini; baik amal sunnah maupun amal wajib. Diantaranya ialah membaca Al-Qur’an; baik individu maupun bersama-sama (tadarus), salat Tarawih, salat Witir, ngaji kitab (pasanan), dan lain sebagainya. Pada malam hari bulan Ramadan, masjid-masjid di seluruh Indonesia marak dengan bacaan ayat-ayat suci Al-Qur’an, secara silih berganti mereka melantunkan kalam ilahi. Tidak jarang, bacaan tersebut disambungkan pada pengeras suara. Semua itu, mereka senantiasa lakukan tidak lain karena untuk meraih keberkahan bulan Ramadan yang Allah Subḥānahu wa Ta’ālā janjikan pada hamba-Nya.

Rasulullah Ṣalla Allāh ‘Alayhi wa Sallam sangat menganjurkan umatnya untuk memperbanyak ibadah kepada Allah pada malam bulan Ramadan, sebagaimana dalam sebuah hadis berikut:

عن أبي هريرة رضي الله عنه أن رسول الله ﷺ قَالَ: ﴿مَنْ قَامَ رَمَضَانَ إيمَانًا واحْتِسَابًا، غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ﴾. أخرجه البخاري[2]، ومسلم[3]، وأبو داود[4]، والترمذي[5]، والنسائي[6]، وابن ماجه[7].

Diriwayatkan dari Abū Hurairah, bahwasanya Rasulullah Ṣalla Allāh ‘Alayhi wa Sallam bersabda: “Siapa saja yang memeriahkan malam bulan Ramadan dengan ibadah serta dilakukan dengan penuh keimanan dan keikhlasan, maka akan diampuni segala dosanya yang telah lalu”.

Mengenai apa yang dimaksud dengan memeriahkan malam bulan Ramadan, Dr. Muṣṭafā Dīb al-Bughā menjelaskan bahwa qiyām ramaḍān (dalam hadis di atas) adalah menghidupkan malam Ramadan dengan pelbagai macam ibadah,[8] sedangkan menurut Syaikh al-Ṣan’ānī ialah mengisi dan memeriahkan malam bulan Ramadan dengan melakukan salat atau membaca Al-Qur’an.[9] Lebih lanjut Al-Ḥāfiẓ al-Munāwi menjelaskan bahwa qiyām ramaḍān itu dapat dilakukan dengan membaca Al-Qur’an, salat, zikir, dan mempelajari ilmu Agama, serta juga dapat terwujud dalam setiap bentuk perbuatan baik lainnya.[10]

Menurut Prof. Dr. ‘Alī Jum’ah,[11] berkumpul bersama untuk berzikir kepada Allah; baik membaca Al-Qur’an, taṣbīḥ, taḥmīd, dan lainnya merupakan sunnah yang telah ditetapkan berdasarkan dalil syariat yang diperintahkan Allah dalam kitab-Nya:

وَاصْبِرْ نَفْسَكَ مَعَ الَّذِيْنَ يَدْعُوْنَ رَبَّهُمْ بِالْغَدٰوةِ وَالْعَشِيِّ يُرِيْدُوْنَ وَجْهَهٗ.

Bersabarlah engkau (Nabi Muhammad) bersama orang-orang yang menyeru Tuhannya pada pagi dan petang hari dengan mengharap keridaan-Nya.[12]

BACA JUGA :  Sumpah Pemuda dan Tantangan Pemuda Masa Kini

Lalu bagaimana jika hal tersebut dilakukan dengan cara bertadarus; yang satu membaca Al-Qur’an, sedangkan yang lain mendengarkan serta memperhatikan bacaan tersebut ?. Syaikh Nawawī al-Bantanī menjawab:

فَمِنَ التِّلَاوَةِ الْمُدَارَسَةُ الْمُعَبَّرُ عَنْهَا بِالْلإِدَارَةِ وَهِيَ أَنْ يَقْرَأَ عَلَى غَيْرِهِ وَيَقْرَأَ غَيْرُهُ عَلَيْهِ وَلَوْ غَيْرَ مَا قَرَأَهُ الْأَوَّلُ.[13]

Termasuk membaca Al-Qur’an (pada malam bulan Ramadan) ialah mudārasah, yang sering disebut juga dengan idārah; yakni seseorang membaca pada orang lain, lalu orang lain itu membaca pada dirinya sekalipun apa yang dibaca (orang tersebut) tidak seperti yang dibaca orang pertama.

Ternyata hal ini pernah dilakukan oleh Rasulullah Ṣalla Allāh ‘Alayhi wa Sallam dengan malaikat Jibril pada malam bulan Ramadan. Dalam sebuah hadis dikisahkan:

عن ابن عباس رضي الله عنه قال: ﴿كَانَ رَسُولُ اللَّهِ ‏‏ﷺ‏ ‏أَجْوَدَ النَّاسِ، وَكَانَ أَجْوَدَ مَا يَكُونُ فِي رَمَضَانَ حِينَ يَلْقَى جِبْرِيلَ، ‏وَكَانَ ‏جِبْرِيلُ ‏يَلْقَاهُ فِي كُلِّ لَيْلَةٍ مِنْ رَمَضَانَ، فَيُدَارِسُهُ الْقُرْآنَ، قَالَ فَلَرَسُولُ اللَّهِ ﷺ ‏أَجْوَدُ بِالْخَيْرِ مِنْ الرِّيحِ الْمُرْسَلَةِ﴾. خرّجه أحمد[14]، والبخاري[15]، ومسلم[16].

Diriwayatkan dari Ibn ‘Abbās, “Bahwasanya Rasulullah Ṣalla Allāh ‘Alayhi wa Sallam adalah orang yang paling pemurah. Sedangkan waktu yang paling pemurah bagi beliau pada bulan Ramadan ialah pada saat Malaikat Jibril mengunjungi Beliau di setiap malam bulan Ramadlan, lalu melakukan mudārasah Al-Qur’an dengan beliau. Maka ketika dikunjungi malaikat Jibril, Rasulullah Ṣalla Allāh ‘Alayhi wa Sallam jauh lebih pemurah daripada angin yang berhembus.

Dengan demikian, dapat diketahui bahwa berkumpul untuk mengingat Allah; baik dengan cara tadarus Al-Qur’an di masjid atau musala, mempelajari ilmu agama, membaca zikir atau wirid, dan lainnya merupakan syariat yang ditetapkan Allah Subḥānahu wa Ta’ālā dalam kitab-Nya, dan juga merupakan tuntunan sunnah Nabi Muhammad Rasulullah Ṣalla Allāh ‘Alayhi wa Sallam.

Keterangan di atas dikutip dari kitab: 1) Al-Bayān limā Yashghal al-Adhhān, karya Prof. Dr. ‘Alī Jum’ah. 2) Al-Ḥujjaj al-Qaṭ’īyah fī Ṣiḥḥat al-Mu’taqidāt wa al-‘Amaliyyāt al-Nahḍiyyah, karya KH. Muhyiddin Abdusshomad.

Oleh: Ahfas Maulidy


[1] Pembacaan Al-Qur’an secara bersama-sama (dalam bulan puasa).

[2] Muḥammad bin Ismā’īl al-Bukhārī, al-Jāmi’ al-Ṣaḥīḥ al-Musnad min Ḥadīth Rasūlillāh wa Sunanihi wa Ayyāmihi (Cairo: Maktabah al-Salafīyah, Taḥqīq: Muḥammad Fu`ād ‘Abd al-Bāqī,  Cetakan: pertama, 1400 H), 2: 60, hadis no 2009.

BACA JUGA :  Sejarah, Hikmah, Dan Penetapan Puasa Ramadhan

[3] Muslim bin al-Ḥajjāj al-Naisābūrī, Ṣaḥīḥ Muslim (Beirut: Dār Iḥyā` al-Turāth al-‘Arabī, Taḥqīq: Muḥammad Fu`ād ‘Abd al-Bāqī, t.th.), 1: 523, hadis no 759.

[4] Abū Dāwud Sulaimān bin al-Ash’ath al-Azdī al-Sijistānī, Sunan Abī Dāwud (Mekah: al-Maktabah al-Makkīyah, Taḥqīq: Muḥammad ‘Awwāmah, Cetakan: pertama, 1998 M), 2: 227, hadis no 1366 & 1367.

[5] Muḥammad bin Muḥammad bin Saurah al-Turmudhī, al-Jāmi’ al-Ṣaḥīḥ wa huwa Sunan al-Turmudhī (Cairo: Muṣṭafā al-Bābī al-Ḥalabī, Taḥqīq: Aḥmad Muḥammad Shākir, Muḥammad Fu`ād ‘Abd al-Bāqī, & Ibrāhīm ‘Uṭwah ‘Iwaḍ, cetakan kedua, 1978 M), 3: 58, hadis no 683.

[6] Aḥmad bin Shu’aib al-Nasā`ī, Sunan al-Nasā`ī al-Kubrā (Beirut: Mu`assasah al-Risālah, Taḥqīq: Ḥasan ‘Abd al-Mun’im Shiblī, Cetakan: pertama, 2001 M), 4: 124-129, hadis no 2512-2531.

[7] Muḥammad bin Yazīd al-Qazwīnī Ibn Mājah, Sunan Ibn Mājah (Cairo: Dār Iḥyā` al-Kutub al-‘Arabīyah, Taḥqīq: Muḥammad Fu`ād ‘Abd al-Bāqī, cetakan, t.th.), 1: 420, hadis no 1326.

[8] Muṣṭafā Dīb al-Bughā, dkk, Nuzhat al-Muttaqīn Sharh Riyāḍ al-Ṣāliḥīn (Damaskus: Dār al-Kalim al-Ṭayyib, Cetakan: pertama, 2018 M), 1: 845.

[9] Muḥammad bin Ismā’īl al-Ṣan’ānī, Subul al-Salām Sharh Bulūgh al-Marām (Riyadh: Dār Ibn al-Jawzī, Taḥqīq: Shaikh Muḥammad Ṣubḥī Ḥallāq, cetakan pertama, 1997 M), 4: 181.

[10] Muḥammad ‘Abd al-Raūf al-Munāwi, Fayd al-Qadīr  Sharh al-Jāmī’al-Ṣaghīr fī Aḥādīth al-Bashīr al-Nadhīr (Beirut: Dār al-Kutub al-‘Ilmīyah, cetakan pertama, 2001 M), 6: 247.

[11] ‘Alī Jum’ah Muḥammad, al-Bayān limā Yashghal al-Adhhān (Cairo: Dār al-Muqtam, cetakan kesebelas, 2005 M), 1: 247-248.

[12] Al-Qur’an Kemenag, al-Kahf [18]: 28.

[13] Muḥammad Nawawī bin ‘Umar al-Jāwī, Nihāyat al-Zayn bi Sharh Qurrat al-‘Ain (Jakarta: Dār al-Kutub al-Islamīyah, cetakan pertama, 2008 M), 224-225.

[14] Aḥmad bin Muḥammad bin Ḥanbal, Musnad al-Imām Aḥmad bin Ḥanbal (Cairo: Dār al-Hadīth, Taḥqīq: Aḥmad Muḥammad Shākir, Cetakan: pertama, 1995 M), 3: 177, hadis no 2616.

[15] Muḥammad bin Ismā’īl al-Bukhārī, al-Jāmi’ al-Ṣaḥīḥ al-Musnad min Ḥadīth Rasūlillāh wa Sunanihi wa Ayyāmihi (Cairo: Maktabah al-Salafīyah, Taḥqīq: Muḥammad Fu`ād ‘Abd al-Bāqī,  Cetakan: pertama, 1400 H), 1: 15-16, hadis no 6.

[16] Muslim bin al-Ḥajjāj al-Naisābūrī, Ṣaḥīḥ Muslim (Beirut: Dār Iḥyā` al-Turāth al-‘Arabī, Taḥqīq: Muḥammad Fu`ād ‘Abd al-Bāqī, t.th.), 4: 1803, hadis no 2308.

Tim Multimedia PP. Al Anwar 3
Website dikelola oleh Tim Multimedia Pondok Pesantren Al Anwar 3 Sarang

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *