Oleh: Iwakpithek
Dalam doanya, Waluyo selalu memandangku. Maaf, aku salah. Alisnya berkerut melengkung celurit. Lama-lama seperti dicabik, aku menyerah. Kuarahkan pandangan ke orang lain yang ada di sampingnya. Tidak seperti Waluyo, dalam khidmah dia menikmati do’anya.
“ Aṣ-Ṣalātu Jāmi’ah! (eh, Aṣ-Ṣalātu apa Aṣ-Ṣalāti , sih?) ”
Tidak seperti biasanya, hari-hari ini para manusia menambah porsi do’anya. Panutan mereka, hanya sebatas pimpinan do’a isya. Setelah itu seperti yang kulihat, berganti para manusia muda yang pindah do’a. Sang Panutan mengikuti dari belakang.
Temanku si Kipas juga mengatakan demikian. Dalam 13 hari, dia sudah bekerja siang-malam. Memang tak jauh berbeda dengan hari-hari biasanya. Yang berbeda do’a manusia-manusia ini lebih bejibun daripada menutup mata.
“Kemarin aku dibersihkan. Kemudian aku dinikahkan dengan Stella. ”Ujarnya.
Karpet, si anak baru itu, juga dielus-elus. Sifatnya yang hangat tapi hangat dipeluk. Kata dia, sebelum dielus dia mendapatkan fasilitas VIP selama satu hari. Para manusia muda itu menjemurnya di bawah terik matahari.
“Rasanya greget, Mbak!” Aku menguping pembicaraannya dengan Stella.
“Nawaytu ṣawma ghadin ‘an adi farḍi shahri ramaḍāni hadzihi al-sanati farḍan lillāhi ta’ālā” ucap manusia-manusia itu berdoa.
Aku melihat Waluyo. Orangnya kurus, lumayan tinggi, dan banyak cekungan diatasi. Aku tahu namanya tatkala salah satu manusia muda tidak pernah diundangnya. Biasanya dia tidur disini. Di bawah Kipas.
“Aku suwine rak pakat!” Keluh Waluyo.
Dipasang di atas Karpet. Waluyo merebahkan diri. Beberapa kali tangan dan kaki digerakkan.
“Kamu membasahiku!” Kata Karpet.
“Enak saja. Ini keringat dia! ”Jawab Peci.
****
Sebelum tidur, Waluyo biasa mengusap kulitnya dengan krim sachet-an. Belakangan kuketahui namanya Soffel atau Autan. Aku diberi tahu Stella, istri baru si Kipas.
“Tadi itu bacaan imamnya difasih-fasihkan. Kelamaan berdiri membuatku kesemutan! ”Kata Waluyo.
“Iyo misalnya. Memangnya dia saja yang sholat. Kalaupun mau berlama-lama, harus tahu siapa yang diimami. Tua atau muda. ”Jawab Sape’i.
“Memang siapa yang menjadi imam?”
“Syakri.”
“Yang mbah wali itu?”
“Ya.”
“Sholat e rasane suwine rak pakat!” Sambil tersenyum kecut.
“Bagaimana kalau kita dirikan UKM baru?” Tanya Waluyo.
“Ha, Maksudmu?”
“Ya, UKM yang bekerja di waktu Ramaḍan. Tugasnya mengawal Ma’arif mencari Imam-imam yang tidak hanya hafiẓ, tetapi juga berkompeten dalam per-Imaman. ”Jelas Waluyo.
“Hahahaha. Ono-ono wae kowe. ”
“Emang mau dikasih nama apa?” Tanya Sape’i.
“Namanya UKM Kipet!” Tangan Waluyo memegang dagu, kelihatannya dia sedang berfikir.
“Apa itu Kipet?”
“Komunitas Imam Cepet!”
Karpet dan Stella sama-sama tertawa. Aku dan Kipas geleng-geleng sambil tersenyum.
****
Hari-hari berikutnya hubungan Kipas dan Stella semakin lengket saja.
“Meski dia mulai tidak wangi lagi, aku tetap cinta dia, Bro!” Katanya kepadaku.
Mendengar itu, pipi Stella bersemu merah.
“Gombal!” Kipas mengaduh dicubit.
Aku melihat Si Karpet yang disebut kutahu bernama Bunga. Ah, semakin hari semakin cantik saja. Warna hijaunya pantas teduh. Meskipun pendiam pada laki-laki, hal sebaliknya ia tunjukkan pada perempuan. Salah satunya Stella; sahabatnya saat ini.
“Kemarin itu kucing pipis di tanganku, Mbak. Lalu dibersihkan manusia muda itu. dijemur dan dielus-elus lagi. Sekarang sudah bersih. ”Curhatnya pada Stella pada saat kompilasi.
Oh iya, hari ini jatah Syakri menjadi imam lagi. Sampai do’a selesai, aku tak melihat Waluyo dan Sape’i. padahal tempo hari aku melihanya di barisan nomor lima atau nomor enam. Khusus hari ini, dua manusia muda tidak ada.
Entahlah. (*)
“Mencari cinta memang mudah. Yang sulit itu mempertahankannya. “
Ramadan, 1439.