Beranda > Seputar Pondok > Hadir di Al-Anwar 3, Prof. KH. Nadirsyah Hosen, LL.M., M.A., Ph. D: Menjadi Muslim di Australia Harus Punya Ilmu

Hadir di Al-Anwar 3, Prof. KH. Nadirsyah Hosen, LL.M., M.A., Ph. D: Menjadi Muslim di Australia Harus Punya Ilmu

NADIRSYAH HOSEN

Prof. KH. Nadirsyah Hosen, LL.M., M.A., Ph.D (Gus Nadir) seorang dosen di Monash University Melbourne Australia mengisi Halaqah Ilmiyah pada Sabtu malam (14/10/2023) yang bertempat di Musala PP Al-Anwar 3 Putra. Halaqah Ilmiyah bertajuk Menjadi Muslim yang Baik di Australia: Cita-cita dan Realita ini dihadiri oleh segenap mahasantri serta jajaran akademik STAI Al-Anwar. Harapan diadakannya Halaqah Ilmiyah ini tidak lain agar menjadi bahan penyemangat untuk para santri Al-Anwar 3 bahwa bertemu dengan orang-orang hebat itu dapat memotivasi.

KH. Abdul Ghofur Maimoen dalam sambutannya menjelaskan akan pentingnya bertemu dengan orang-orang hebat. “Manusia itu tenaganya harus dipompa dulu, dan ketemu orang-orang hebat menjadi salah satu tenaga,” ungkap Gus Ghofur. Lebih lanjut beliau Gus Ghofur juga menceritakan perasaan bahagianya ketika bertemu dengan orang-orang hebat di antaranya Syekh Ali Jum’ah dan Yusuf Al-Qardhawi. “Ketemu orang-orang hebat itu menginspirasi,” terangnya.

Tantangan Muslim Minoritas

Cita-cita menjadi muslim yang baik di sebuah negara dengan penduduk muslim minoritas bukanlah perkara mudah. Di mana di satu sisi ia menjadi sebuah cita-cita yang istimewa, namun di sisi lain harus dibenturkan dengan sebuah realita yang tidak mendukung. Selalu ada rintangan-rintangan yang menjadi batu sandungan untuk mewujudkan cita-cita menjadi muslim yang baik di negara dengan penduduk muslim minoritas.

BACA JUGA :  Ngaji Zero Waste: Sebuah Gaya Hidup untuk Menjadi Manusia Positif

“Australia jelas bukan merupakan Benua Islam, mayoritas penduduk muslim di Australia kurang lebih 5 persen dari jumlah penduduknya keseluruhan, kebanyakan di sana muslimnya imigrasi,” tutur Gus Nadir mengawali pembahasan.

Dilanjutkan dengan Gus Nadir yang menceritakan kesulitan dan rintangan untuk menjadi muslim minoritas di  Australia, di antaranya:

Pertama, Diskusi Dengan Lawan Jenis yang Tidak Ada Halangan atau Pemisah.

Gus Nadir menceritakan banyak hal terkait perjalanannya menuntut ilmu di Australia dengan status muslim. Salah satunya ketika mengadakan diskusi dengan lawan jenis tanpa ada halangan atau pemisah sedikit pun. Ia juga menceritakan ketika diajak cipika-cipiki (cium pipi kanan cium pipi kiri) oleh cewek bule cantik. “Wah wah, saya gemeteran diajak cipika-cipiki Bule. Kalo ketahuan Abah tuh gimana jadinya,” ungkap Gus Nadir disambut gelak tawa para hadirin.

“Tapi lama-kelamaan mereka paham, bahwa dalam Islam interaksi lawan jenis itu ada batasannya.” 

Kedua, Kesulitan Berwudhu Menggunakan Wastafel.

“Karena di sana saat makan, piring orang muslim tidak boleh bersama dengan ahlu kitab. Di Australia juga kamar mandi itu harus kering—cara mereka menjaga kebersihan—permasalahannya di sini adalah bagaimana dengan wudhu orang muslim di mana mereka harus membasuh kakinya saat berwudhu, sedangkan di sana yang ada hanya wastafel saja. Selanjutnya dengan kondisi seperti ini, apakah kaki saat berwudhu tetap dibasuh atau hanya diusap saja?” tutur Gus Nadir.

BACA JUGA :  Saling Mengenal Di Pontren Al-Anwar 3

Gus Nadir melanjutkan, “Orang Islam di Australia ketika berwudhu—membasuh kaki—dulunya dilakukan dengan cara menaikkan kakinya di wastafel. Setelah itu orang Islam diberikan tempat khusus untuk berwudhu sehingga tidak perlu heran ketika ada kamar mandi basah atau ada genangan airnya, berarti itu kamar mandi orang Islam,” terang Gus Nadir disambut gelak tawa para hadirin.

Ketiga, Setelah Ada Tempat Khusus Berwudhu Untuk Orang Islam, Muncul Problem Terkait Diskriminasi.

Jawaban-jawaban dari problematika di atas telah ditulis oleh Gus Nadir dalam bukunya yang berjudul Kyai Ujang dari Negeri Kangguru.  Lalu Gus Nadir menambahkan dengan pertanyaan yaitu apakah kita bisa menjadi muslim yang baik di Australia? Apakah kita bisa menjadi masyarakat yang baik di sana?

“Kita bisa menyelesaikan persoalan ini ketika kita punya ilmunya.” Ujar Gus Nadir.

Dilanjutkan dengan penyampaian Gus Nadir bahwa dalam menyikapi sesuatu yang berbeda dari ajaran Islam yakni harus bisa memisahkan antara pribadi seseorang dengan perilakunya.

“Kita boleh membenci perbuatan buruknya, tetapi tidak membenci kepribadiannya. Menghormati mereka sebagai menusia bukan berarti menyetujuai semua perbuatan mereka.”  

Kemudian acara ditutup dengan pembacaan do’a yang dipimpin oleh Dr. KH. Abdul Ghofur Maimoen selaku pengasuh Pondok Pesantren Al-Anwar 3.

Tim Multimedia PP. Al Anwar 3
Website dikelola oleh Tim Multimedia Pondok Pesantren Al Anwar 3 Sarang

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *