Beranda > Keilmuan Islam > Takdir Susah dan Bahagia: Sebuah Refleksi

Takdir Susah dan Bahagia: Sebuah Refleksi

مَا أَصَابَ مِنْ مُصِيبَةٍ فِي الْأَرْضِ وَلَا فِي أَنْفُسِكُمْ إِلَّا فِي كِتَابٍ مِنْ قَبْلِ أَنْ نَبْرَأَهَا إِنَّ ذَلِكَ عَلَى اللَّهِ يَسِيرٌ ﴿٢٢﴾ لِكَيْلَا تَأْسَوْا عَلَى مَا فَاتَكُمْ وَلَا تَفْرَحُوا بِمَا آتَاكُمْ وَاللَّهُ لَا يُحِبُّ كُلَّ مُخْتَالٍ فَخُورٍ﴿٢٣﴾

“Setiap bencana yang menimpa di bumi dan yang menimpa dirimu sendiri, semuanya tertulis dalam Kitab (Lawḥ Maḥfūẓ) sebelum Kami mewujudkannya. Sungguh, yang demikian itu mudah bagi Allah. Agar kamu tidak bersedih hati terhadap apa yang luput dari kamu, dan jangan pula terlalu gembira terhadap apa yang diberikan-Nya kepadamu. Dan Allah tidak menyukai setiap orang yang sombong dan membanggakan diri.” (Q.S al-Hadid: 22-23)

Tulisan ini saya tulis berdasarkan perspektif sendiri, bukan juga mengulas dari kitab tafsir tertentu, maka tulisan ini bebas terkait referensi. Kita tentunya pernah bertanya-tanya tentang apa itu takdir? dimana jika keinginan tidak selalu terwujud dalam setiap keadaaan, pun keadaan yang tidak memungkinkan untuk melakukan apa yang diinginkan. Untuk itu, tulisan ini juga dalam rangka menjelaskan stigma kegelisahan tentang takdir.

Seperti yang telah diketahui bersama bahwa takdir yakni suatu ketentuan yang Allah berikan kepada setiap makhluk-Nya. Dengan begitu, Allah telah memberikan batas tertentu dalam diri, sifat, atau kemampuan maksimal makhluk-Nya. Seringkali kita mendengar ungkapan takdir sebagai batas setiap usaha yang dilakukan seperti, “Mungkin ini sudah takdirnya” atau bahkan menjadi ungkapan keputus-asaan. “Kalau takdirnya miskin, ya miskin saja,” misalkan.

BACA JUGA :  FOBIA

Dalam tulisan ini, saya mencoba untuk berinteraksi dengan ayat al-Qur`an yang diungkapkan melalui tulisan. Sehingga dapat menghasilkan pemahaman dan penghayatan terhadap ayat-ayat tersebut. Jika kembali ke ayat di atas (al-Ḥadīd: 22-23), yang menyinggung bahwa takdir kita sudah tertulis sejak 50 ribu tahun sebelum langit dan bumi diciptakan. Semua hal telah dituliskan, apakah itu hal-hal baik, maupun sesuatu yang buruk.

 

Dalam kasus jatuh cinta kepada apa ataupun siapa, apakah disana hanya ditemukan rasa jatuh cinta? Tentu ada hal lain dengan konsekuensi terburuk; terluka. Semua ada hikmah agar kita bisa tegar di saat terluka. Artinya tidak larut bersedih saat duka menyapa atau agar tidak terlalu gembira ketika sedang jatuh cinta, apalagi hanya pada perasaan suka yang singgah sementara.

Tentu sudah diketahui bersama bahwa rasa bahagia dan terluka sungguh berada di dalam pikiran dan hati. Bagaimana tidak, semua itu hanyalah keterbatasan kita dalam menyikapi realitas kehidupan, bukan begitu? Maka hendaklah kita menjadi pembelajar. Belajar untuk memahami, apa yang menimpa diri pasti menyimpan makna. Sedang untuk memaknainya, tentu didasarkan pada orientasi yang hakiki.

Diriwayatkan dari Abu Sa’id al-Khudri dan Abu Hurairah ra., dari Nabi SAW., beliau bersabda:

BACA JUGA :  BAROKAH GUS SAAT DI PONDOK

ما يصيب المسلم من نصب ولا وصب ولا هم ولا حزن ولا أذى ولا غم حتى الشوكة يشاكها إلا كفر الله بها من خطاياه

“Tidaklah menimpa seorang muslim kelelahan, sakit, kekhawatiran, kesedihan, gangguan dan duka, sampai pun duri yang mengenai dirinya, kecuali Allah akan menghapus dengannya dosa-dosanya.” (Muttafqun Alaih)

Jika bahagia dan luka sudah dituliskan (dalam Lawh Maḥfūẓ), maka berserah diri kepada Allah adalah suatu keniscayaan. Dengan begitu, hendaklah kita mengucapkan لاحول ولا قوة الا بالله.

Merasa galau-gundah-gulana? Bersabarlah! Karena semua kesusahan bukan lain adalah untuk mendekatkan diri kepada Allah dan dihapusnya dosa-dosa.

 

Teringat dawuh Syaikhina Maimoen Zubair “Wong ning ndunyo iku ono bungahe lan ono susahe, kabeh iku supaya bisa ndadekake parek marang Allah. Tapi nak ning akhirat, nak susah-susah tok rupane yo nang neraka. Tapi nak seneng yo seneng tok, rupane yo ning suwargo.” (Orang di dunia itu ada senang dan susahnya. Semua itu supaya kita bisa dekat dengan Allah. Tapi kalau di akhirat, rasa susah hanya di neraka. Tetapi kalau rasa senang hanya di surga)

Dengan begitu, sadarkan diri kita bahwa kebahagiaan dunia tidak akan membuat sesuatu yang membahagiakan akan abadi. Begitu pula dengan luka, dengan bersedih tidak akan mengembalikan sesuatu yang sudah hilang.

Akhir kata, salam kasih.

Oleh; Lely Chu; Santri asal Boyolali.

Tim Multimedia PP. Al Anwar 3
Website dikelola oleh Tim Multimedia Pondok Pesantren Al Anwar 3 Sarang

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *