Beranda > Keilmuan Islam > Istighfar, Resep Mujarab Menjadi Generasi Bangsa Berakhlaqul Karimah

Istighfar, Resep Mujarab Menjadi Generasi Bangsa Berakhlaqul Karimah

Seperti yang kita ketahui bahwa pemuda merupakan generasi penerus bangsa yang nyata. Merekalah yang nantinya menggantikan para pemimpin bangsa untuk me-manage pengolahan sumber daya yang ada, baik Sumber Daya Manusia (SDM) atau Sumber Daya Alam (SDA) khususnya di Negara Kesatuan Republik Indonesia. Selain itu, mereka jugalah yang memimpin perubahan moral dan akhlaq Negara kita, berawal dari diri sendiri, orang-orang dekat, lingkungan masyarakat. Hal ini tentu tidak mudah seperti yang kita bayangkan. Dan untuk mewujudkan semua ini dibutuhkan pemuda yang mempunyai keilmuan mumpuni dan kepribadian tinggi yang luhur.

Seperti ucapan KH. Abdul Ghofur MZ saat memberikan mata kuliah, bahwa seseorang itu harus berani, tetapi jangan sampai ngawur. Yang kedua, seseorang itu harus mempunyai rasa malu, tetapi jangan sampai merasa rendah diri. Beliau mencontohkannya dengan seseorang yang ditanya oleh orang lain. Jika ada seseorang yang bertanya kepada kita, maka kita jangan menjawabnya dengan tegas dan lantang. Lantas, apa yang harus kita lakukan? Meskipun kita lebih tahu daripada orang yang bertanya kepada kita, alangkah baiknya jika kita menjawabnya dengan sopan. Jadi, ketika kita bisa menjawab sebuah pertanyaan dengan sopan, itu artinya kita menjadi pemuda yang mempunyai keberanian sekaligus rasa malu.

Hari ini sulit ditemukan generasi penerus bangsa yang cakap dalam berbagai aspek kehidupan dan sekaligus berakhlaqul karimah. Untuk itu, perlu adanya pembentukan karakter pada diri setiap pemuda agar nantinya mereka selalu siap jika harus menjadi pemimpin suatu kaum.

Menurut para ulama’, hal yang harus kita –sebagai umat manusia– lakukan selain Ṭā’at dan menuntut ilmu adalah memperbanyak dzikir. Habib Luthfi bin Yahya mengatakan bahwa dzikir merupakan salah satu media untuk mendekatkan diri kepada Allah swt, selain amalan-amalan wajib lainnya seperti shalat wajib lima waktu. Menurut beliau, mendekatkan diri kepada Allah tidak terbatas ruang dan waktu. (lihat Tim Majelis Khoir, h.61) Itu artinya kita bisa ber-dzikir dimanapun, bagaimanapun (diucapkan atau dalam hati) dan dalam keadaan apapun. Lebih-lebih dzikir itu adalah istighfar. Karena dengan beristighfar, kita mempunyai harapan diampuninya dosa-dosa kita. Dan kita tahu sendiri bahwa kita tak mungkin terlepas dari melakukan suatu dosa. Ini telah disebutkan dalam hadits qudsi yang artinya sebagai berikut.

“Hamba-Ku melakukan dosa dengan suatu dosa, lalu tahu bahwa dia punya Tuhan yang mengampuni dan menuntutnya. Berbuatlah apa yang kamu kehendaki, aku telah mengampunimu” (HR. Muslim) (lihat Al-Anwari, h.135)

 

Melihat hadits qudsi tersebut, betapa meruginya kita bila meniadakan istighfar dalam hari-hari yang telah diberikan oleh Allah kepada kita. Kita semua tahu, Nabi Muhammad SAW adalah manusia yang sudah ma’shum –terjaga dari melakukan dosa. Tetapi beliau selalu ber-istighfar setiap hari, tanpa terlewatkan. Seperti yang sering kita dengar, bahwa setiap hari, Rasulullah SAW selalu ber-istighfar tidak kurang dari seratus kali. Ini terdapat dalam hadits berikut ini.

يآأيها الناس توبوا إلى الله فإني أتوب فى اليوم إليه مائة مرة.

“Wahai sekalian manusia. Taubatlah (beristigfar) kepada Allah karena aku selalu bertaubat kepada-Nya dalam sehari sebanyak 100 kali.” (HR. Muslim) (Tuasikal, 2018)

Nah, bagi pemuda-pemuda di antara kita yang belum menjadikan istighfar sebagai rutunitas, sekarang adalah waktunya untuk memperbaiki diri dengan mengikuti jejak Nabi kita. Misalnya ada yang bertanya seperti ini, “Dzikir atau istighfar apa sih yang sebaiknya kita baca? Dari tadi kok ngomongin itu mulu”. Nah, bagi sahabat yang bertanya seperti itu, jangan khawatir, karena penulis akan sedikit memaparkannya.

Dzikir yang dalam tulisan ini penulis menghususkannya pada “istighfar” itu bukan hanya kalimat أستغفر الله العظيم saja, melainkan masih terdapat banyak lagi. Misalnya, yang telah dijelaskan oleh Imam Al-Ghozali dalam kitab Bidāyat al-Hidāyah. Beliau mengatakan bahwa setiap hari, orang muslim selayaknya tidak pernah mengosongan kesempatan untuk ber-dzikir dan ber-tasbiḥ, lebih-lebih membaca sepuluh kalimat yang diketengahkan berikut:

BACA JUGA :  Bagaimana Islam Memandang Hari Ibu?

Pertama, لااله الاالله وحده لاشريك له له الملك وله الحمد يحيى ويميت وهو حيّ لايموت بيده الخير وهو على كل شيء قدير. artinya “Tiada Tuhan yang pantas disembah kecuali Allah Yang Maha Esa, yang tiada sekutu bagi-Nya. Bagi-Nya segala kekuasaan dan segala puji. Dzat yang menghidupkan dan mematikan makhluk. Sedangkan Dia Dzat Yang Maha Hidup, tidak akan mati selamanya. Berada dalam kekuasaa-Nya segala kebajikan dan Dia Maha Kuasa atas segala sesuatu.”

Kedua, لا اله الا الله الملك الحق المبين artinya “Tiada Tuhan yang pantas disembah kecuali Allah Yang Maha Kuasa. Yang Maha Benar dalam segala hal yang nyata.”

Ketiga, لا اله الا الله الواحد القهار رب السموات والارض وما بينهما العزيز الغفار artinya “Tiada Tuhan yang pantas disembah kecuali Allah Yang Maha Esa lagi Maha Perkasa. Yang menguasai langit dan bumi seisinya. Yang Maha Mulia lagi Maha Pengampun.”

 

Keempat, سبحان الله والحمد لله ولا اله الا الله والله اكبر ولا حول ولا قوة الا بالله العلي العظيم artinya “Maha Suci Allah, segala puji bagi-Nya semata. Tiada Tuhan yang pantas disembah kecuali Allah. Allah Maha Besar. Tiada daya dan upaya untuk melakukan ibadah, kecuali atas pertolongan Allah Yang Maha Tinggi lagi Maha Agung.”

Kelima, سبوح قدوس رب الملائكة والروح artinya “Maha Suci lagi Maha Menyucikan Allah yang menguasai para malaikat dan ruh (malaikat Jibril).”

Keenam, سبحان الله وبحمده سبحان الله العظيم artinya “Maha Suci Allah, segala puji bagi-Nya semata. Maha Suci Allah Yang Maha Agung.”

Ketujuh أستغفر الله العظيم الذي لا اله الا هو الحي القيوم واسأله التوبة والمغفرة artinya “Aku memohon ampun kepada Allah Yang Maha Agung. Yang tiada Tuhan melainkan Dia. Yang Maha Hidup lagi Maha Kuasa. Aku memohon ampunan dan diterimanya taubat.”

Kedelapan, اللهم لا مانع لما اعطيت ولا معطي لما منعت ولا رادّ لما قضيت ولا ينفع ذاالجد منك الجد artinya “Ya Allah, tiada sesuatu pun yang dapat mencegah apa yang Engkau berikan. Dan tiada sesuatu pula yang dapat menarik apa yang Engkau cegah. Tiada pula sesuatu yang dapat menolak ketentuan-Mu. Dan tidak berguna kekayaan seseorang yang kaya raya kelak di sisi-Mu.”

Kesembilan, اللهم صل على محمد وال محمد وصحبه وسلم artinya “Ya Allah, curahkanlah tambahan anugerah kepada Nabi Muhammad, keluarga dan para sahabatnya. Dan curahkanlah pula keselamatan kepada mereka.”

Kesepuluh, بسم الله الذي لا يضر مع اسمه شيء في السماء وهو السميع البصير artinya “Dengan menyebut nama Allah, yang dengan nama-Nya sesuatu yang berada di langit dan bumi tidak akan membuat suatu kemadharatan. Dan Dia Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.” (lihat Al-Ghozali, h.105-109)

 

Itulah semua dzikir yang selayaknya kita baca setiap saat menurut Imam Al-Ghozali. Dari sepuluh dzikir tersebut ada yang biasa kita sebut dengan tahlil, tasbih, istighfar, sholawat, bahkan ada yang menyebut dengan sebutan lain lagi. Tetapi tujuannya sama yaitu untuk mendekatkan diri kepada Allah, untuk memohon ampun serta mengharapkan ridho dari-Nya.

Selain itu, dengan bacaan dzikir, maka kita akan mentauhidkan ke-Esa-an Allah, agar terhindar dari perbuaatan-perbuatan yang menyebabkan kesyirikan, baik kecil maupun besar. Kita juga akan takut meninggalkan perintah-Nya, sehingga menimbulkan ketakwaan dan pada akhirnya melahirkan kecintaan kita kepada Allah swt. (lihat Tim Majelis Khoir, h.209)

Menurut para ulama’, dari semua dzikir yang dibaca, yang paling tinggi tingkatannya adalah istighfar. Karena seseorang yang ber-istighfar tidak lain dan tidak bukan hanya mengharapkan ampunan dari Allah semata. Jika kebanyakan orang masih mengharapkan hal lain dari memuji Allah melalui bacaan tahlil, tahmid, tasbih dan takbir. Maka istighfar tidak ada niat dan maksud lain kecuali diampuni dosa-dosanya, kedua orang tua, kerabat, teman dekat, guru-guru atau bahkan dosa semua muslim dan mukmin. Itulah yang menyebabkan bacaan istighfar menjadi dzikir yang paling baik untuk kita baca.

BACA JUGA :  Siapakah Perintis Perayaan Maulid Nabi ﷺ ?

Saya masih ingat dari cerita guru saya tentang Imam Ahmad bin Hanbal dengan pedagang roti. Suatu hari, Imam Ahmad melakukan perjalanan ke Iraq, tetapi beliau tidak tau apa tujuannya. Imam Ahmad sampai di Iraq saat adzan Isya’, beliau pun ikut sholat jama’ah di salah satu masjid yang ada di sana. Karena tidak tahu mau ke mana, akhirnya Imam Ahmad memutuskan untuk bermalam di masjid tersebut. Namun, ketika hendak tidur, beliau didatangi marbot masjid dan disuruh pergi. Karena mungkin saja marbot masjid itu tidak tahu bahwa orang tua yang diusirnya adalah Imam Ahmad, ulama’ terkemuka saat itu. Tetapi, Imam Ahmad tetap keluar dari masjid dan berhenti di depan pintu gerbang masjid. Di situ ada seseorang yang sudah tua renta, orang itu mengajak Imam Ahmad untuk menginap di rumahnya dan pada saat itu beliau belum tahu bahwa syeikh yang diajak ke rumahnya adalah Imam Ahmad.

Ketika sampai di rumah, orang tersebut kemudian mengaduk adonan roti dan beliau menjelaskan kepada Imam Ahmad bahwa dirinya adalah pedagang roti. Namun, Imam Ahmad melihat keanehan pada pedagang roti itu. Imam Ahmad melihat mulut sang pedagang membaca istighfar sepanjang beliau mengaduk adonan, lalu Imam Ahmad pun bertanya kepada beliau, “Sejak kapan Anda selalu membaca istighfar seperti ini?” Pedagang tersebut menjawab, “Sudah bertahun-tahun syeikh. Saya tidak pernah melewatkan istighfar setiap saat, bahkan setiap saya bernafas. Dan Allah telah mengabulkan semua permintaan saya, kecuali satu hal” lalu Imam Ahmad melanjutkan pertanyaannya. “Hal apa itu, Shaykh?” sang pedagang menjawab, “Saya sangat mengagumi Imam Ahmad bin Hanbal yang ada di Damaskus. Dan saya ingin sekali bertemu dengannya. Tapi sampai sekarang keinginan saya belum juga dikabulkan oleh Allah.” Melihat penjelasan tersebut, Imam Ahmad seketika bertakbir, “Allahu Akbar. Saya adalah Ahmad bin Hanbal. Jadi, inilah alasannya Allah membawa saya ke tempat ini, yang semula saya tidak tahu apa tujuan saya pergi ke Iraq”. Akhirnya semua keinginan dari pedagang roti tersebut dikabulkan oleh Allah swt. berkat istighfar-nya.

 

Beginilah salah satu hadits Nabi SAW yang selayaknya kita jadikan pegangan hidup. Penulis mendapatkan hadits ini dari gurunya.

من لزم الإستغفار جعل الله من كل ضيق مخرجا ومن كل همّ فرجا ورزقه من حيث لا يحتسب . ابودود

“Barang siapa yang melanggengkan istighfar, maka Allah akan melapangkan segala kesempitannya, memudahkan kesulitannya, serta memberinya rizki yang tanpa diduga-duga.” (HR. Abu Dawud) (lihat Rafi’udin, h.113)

Rizki itu bukan hanya uang dan harta kekayaan. Tetapi masih banyak hal lagi yang termasuk rizki dari Allah. Misalnya saja akhlaq yang baik; negara yang adil dan makmur; bahkan terjaganya Pancasila sebagai dasar negara yang fundamental juga termasuk rizki yang diberikan oleh Allah kepada bangsa Indonesia.

Kalau kita sudah tahu seperti itu, tunggu apa lagi? Mulai sekarang, marilah kita perbanyak dzikir kita. Marilah kita jadikan istighfar sebagai waẓīfah” dalam hidup. Jangan biarkan hidup kita menjadi hampa tanpa istighfar. Jangan diam saat melihat negeri kita terombang-ambing di atas pohon perbedaan yang tidak jelas akarnya. Bergeraklah untuk menjadi generasi bangsa yang tetap mempertahankan Pancasila. Dengan begitu, Semoga Allah menjadikan negara Indonesia sebagai Baldatun Ṭayyibatun wa Rabbun Ghafūr. Amin.

~o0o~

Penulis: Syamsul Ma’arif Ngangik, Santri asal Sedan Rembang.

Daftar Pustaka

Al-Anwari, Rozihan, Kumpulan Hadits Qudsi Sehari-hari, Yogyakarta: Diva Press, 2015

Al-Ghozali, Al-Imam, Kiat Menggapai Hidayah Terjemah Bidayah Al-Hidayah, Surabaya: Al-Miftah, ttt

Rafi’udin, Hadits-hadits Pilihan, Jakarta: PT Toko Gunung Agung, 1997

Tim Majelis Khoir, Umat Bertanya Habib Luthfi Menjawab, Malang: Majelis Khoir Publishing, 2015

Tuasikal, Muhammad Abduh, Nabi Kita Tidak Pernah Bosan Beristighfar, dalam https://rumaysho.com/56-nabi-kita-tidak-pernah-bosan-beristigfar.html, Selasa, 26 Februari 2018

Tim Multimedia PP. Al Anwar 3
Website dikelola oleh Tim Multimedia Pondok Pesantren Al Anwar 3 Sarang

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *