Aku hidup bergantung pada manusia, aku akan senang sekali kompilasi ada manusia yang mau menghidupkan kembali aku kemudian berkawan denganku. Tidak rumit cara berkawan denganku, siapa pun bisa jadi kawanku.
Siapa pun yang bisa berkawan denganku. Bahkan rumput pun tak ada sekat denganku. Aku yakin di dunia ini hanya akulah satu-satunya kawan yang paling objektif, menerima semua yang mau berkenalan tanpa melihat bulu. Bukan maksud untuk sombong.
Cara berkawan yang paling simpel, mungkin juga nomor satu di dunia ini. Cukup penutup baru yang ada dikepalaku tanpa harus mengatakan sesuatu apa pun, maka itu sudah kuanggap sebagai awal perkenalan denganku, dan sekali lagi aku harus menerimanya, jangan khawatir.
Untuk tingkat perkenalan selanjutnya dengan mengundang tubuh mungilku yang sangat ringan ini dimana pun kalian berada. Aku akan setia menemani siapa dan mana, apa pun dan di mana pun . Aku akan siap membantu bagaimana pun, aku rela darahku diperas habis-habisan demi sebuah karya aku adalah kawan paling setia, aku rela mati demi kawan sendiri, sekali lagi aku tidak sombong, ini realita. Tengah malam, waktu sahur, siang hari, di kelas, di kamar di hutan, di penjara, dan di mana pun aku siap tepat waktu , aku sudah berjanji dan tidak mau mengingkari.
Untuk saat ini jika kalian masih meragukan kebaikannku lihat dan cermatilah tokoh-tokoh besar yang kalian kenal. Pasti aku menemani disampingnya. Berjuang bersama mereka, mengarungi indahnya Malam bersama mereka. Berbagi tentang keagungan Allah Subḥānahu wa Ta’ālā, masalah kerasulan Muhammad Ṣalla Allah ‘Alaihy wa Sallam dan potret kehidupan beliau yang kini menjadi rujukan dalam bertingkah dan mejadi karya-karya fiqh yang terus diperbincangkan demi akhir nanti.
Tokoh-tokoh muslim yang hidup selama bertahun-tahun yang lalu dan kita masih bisa menikmati buah karyanya diabad ini, mungkin juga karena aku ikut di sana. Imam al-Ghazali dan Imam an-Nawawi misalnya, bagaimana mereka sampai saat ini masih digemari jutaan umat muslim, padahal ia sudah meninggal sejak tahun yang lalu ?! Salah satu pertanyaan karena dia berkawan baik dengan saya dan mau menggunakan saya di jalan yang mulia terdiri dari karya-karya monumental mereka, seperti Ihyā ‘ulūmuddīn, Minhāj al-Qawwim, Al-Adzkar an-Nawawiyah dan buku-buku lainnya.
Tak hanya para ulama yang aku bantu, para politisi akan aku bantu juga ketika mereka mau berteman baik denganku. Walau hanya sekedar tanda tangan. Asal para wakil rakyat tersebut tidak menyalahgunakan, maka rakyat akan sejahtera. Tapi ketika aku digunakan untuk meloloskan proposal yang masuk ke perut mereka sendiri, maka siap-siaplah masuk jeruji. Aku akan tetap mau, ketika dipaksa menandatangani proposal perut pribadi, namun ingat..! darah yang diambil dari tubuhku untuk tanda tangan akan bicara pada penagak hukum. Aku bukan kejam tapi aku hanya berkawan dengan pemimpin yang peduli pada masyarakatnya.
Ulama sudah berkawan baik denganku, sebagian politisi juga begitu. Sekarang tentang novelis. nama Pramoedya Ananta Toer sudah tak ada lagi di telinga para penggemar novel, apalagi novel yang dipilih sosial-historis. Mendapat perhatian dari siapa dan bagaimana memikirkan Pramoedya Ananta Toer, harus menghargai ia adalah orang yang produktif. Lebih dari 60 karya yang ia lahirkan semasa hidup. Aku mengira di setiap karyanya ada peran yang signifikan tentang diriku ini. Sekali lagi bukan masalah sombong, sebab aku bukan kawan yang sombong.
Ya, aku mungil yang disebut oleh Syekh Zarnuji dalam Ta’lim Muta’allim- nya sebagai gambar yang harus ada di dalam kantong-kantong pribadi para pemburu ilmu, untuk menemani di setiap kali dalam proses mengikat mangsa yang mulia; Ilmu Pengetahuan.
Namun sekarang aku bersedih dengan sebagian besar manusia terhadap diriku yang mungil ini, semua kebaikan yang tulus ini mulai tergeser dan terganti oleh pernak-pernik peradaban yang terus melejit. Aku tidak suka pada manusia yang mengikuti alur modern, malah aku mendukungnya asal mereka bisa memanfaatkan di jalan yang baik. Namun, bukankah manusia seperti ini sedikit yang bisa ditemui saat ini? Mereka yang dulunya berkawan sekarang mulai meninggalkanku, bahkan anak-anak kecil yang belum sempat menikmati janji-janji manisku sudah mulai acuh denganku. “Belum kenal tapi belum berani pulang, manusia macam apa ini.” bisikku lirih dalam hati.
Mereka lebih memilih tombol-tombol yang ada di gadget kesayangannya, lebih dari aku; kawan paling setia didunia.
Mereka lebih suka mengganti tombol-tombol gadget untuk mencaci dan menghina sesama manusia, memegangku dan mencoba untuk dunia.
Mereka lebih betah berjam-jam memegangi kentang atau tidak kentang, dari memegangku; kawan paling bermanfaat.
Mereka lebih suka memanjat gadget dengan biaya lipat lipat dari hargaku, daripada berkenalan denganku yang hanya seharga dua ote-ote kantin. Malang sekali nasibku saat ini …
Benar kawan apa yang sedang kalian bicarakan saat ini, sambil membaca web ini (terima kasih sudah sampai pada paragraf ini). Ini aku: tubuhku kecil mungil, tak lebih besar dari jari kelingking manusia pada umumnya. Panjangku pun tak lebih dari lebar meja kerja. Dalam tubuhku juga ada darah (baca: tinta). Bolpoin adalah manusia pada diri ini. Sekali lagi aku ingin katakan pada kalian yang saat ini terbuka-lahan mulai meragukan janji-janji indahku, “Aku akan memberikan kejutan yang super istimewa jika kalian mau menggunaknnku dalam hal menguntungkan.”
Dan bagi kamu yang telah berkawan baik dengaku “Mari lanjutkan persahabatan ini, dan kita akan bersama-sama menemukan keistimewaannya di masa depan nanti “
Tulisan sederhana ini bukan untuk kepentingan promosi produk tertentu. Melainkan untuk mendorong kita semua akan tertarik untuk menulis hal-hal yang baik. Apa pun medianya, bukan hanya dengan Bolpoin , dan Mungil seharga ote-ote kantin atas. Dengan menulis hidup jauh lebih terasa setelah mati Dikenang banyak orang, lebih banyak dari semasa hidup kita di dunia. Sudah. Selamat menulis …
Ponorogo, 30 September 2018. 11:46
*Mahfud Sulqi
Maarif Pondok Pesantren Al-Anwar 3 Sarang