Sarang, PP Al-Anwar 3 Putri
“Lemah teles, Gusti Allah ingkang bales.” Kalimat pembuka yang disampaikan Mamah Nadia dalam acara ‘Laporan Pertanggungjawaban..’ . Acara tersebut dilaksanakan dengan khidmat di Gedung Umar Harun yang dihadiri pengasuh dan seluruh pengurus pondok pesantren al-Anwar 3 putri, Jum’at (21/6/2024).
Mamah Nadia selaku pengasuh Pondok Pesantren Al-Anwar 3 Putri memberikan tanggapan dan masukan terkait program dan laporan pertanggungjawaban pengurus Pondok Pesantren Al-Anwar 3 putri. Bukan hanya itu, Mamah Nadia juga menyelingi dengan cerita pengalaman dan motivasi hidup bahkan memberikan jimat untuk pengurus pondok. Jimat pengurus pondok itu meliputi pertama, pengurus harus merasa bahwa dirinya sebagai orang tua dan guru bagi para santri.
“Program pondok itu tujuannya untuk mendidik santri. Pengurus itu sebagai orang tua dan guru untuk para santri. Sebelum kita mencontohkan kepada para santri, kita harus selesai dengan diri sendiri dulu karena pengurus adalah guru maka guru itu digugu lan ditiru.” tutur Mamah Nadia.
Kedua, sebagai orang tua dan guru sebaiknya menerapkan pendidikan secara perlahan sampai para santri menuju titik sempurnanya masing-masing. Hal ini selaras dengan pernyataan Mamah Nadia, “Mendidik itu sama seperti membuat gaya hidup, pelan-pelan. Perubahan itu pelan-pelan, kalau langsung itu namanya mukjizat. Semua ada prosesnya. Kita bangun gaya hidup dan sudut pandanganya, batu saja kalau ketetesan air terus ya berlubang, apalagi manusia. Manusia itu makhluk sosial dan mudah terpengaruh.”
Jimat pengurus pondok yang ketiga yaitu sebagai seorang orang tua dan guru harus mempunyai sudut pandang dari segala arah dan mempunyai seni dalam berkomunikasi. Dicontohkan oleh Mamah Nadia dengan kehidupan semut yang mana saat semut bertemu dengan golongannya selalu berkomunikasi (dengan bahasa semut) dan manusia tidak memahami bahasa tersebut karena frekuensinya berbeda, hewan lain juga demikian. Sehingga dapat diambil pelajaran bahwa ketika pengurus dan santri tidak mempunyai frekuensi yang sama (tidak sepemikiran) maka pasti ada kesenjangan komunikasi antara keduanya. Pengurus dan santri sebaiknya mempunyai frekuensi yang sama agar program dan peraturan pondok dapat terlaksana dengan baik.
“Pengurus harus mempunyai sudut pandang dari segala arah agar dapat menemukan solusi-solusi untuk menyelesaikan masalah yang terjadi. Sesuatu yang penting itu dikomunikasikan terlebih dahulu, mendengarkan dari sudut pandang santri, apakah santri memahami aturan tersebut? apakah santri sudah tahu ada peraturan itu? mengapa santri melakukan pelanggaran? Kita harus mengkominukasikan hal itu. Para santri harus diberi ruang untuk memahami program dari pengurus .” terang Mamah Nadia.
Selanjutnya Mamah Nadia menambahi bahwa santri yang suka melanggar aturan sebenarnya memerlukan perhatian lebih. Ketika pengurus sudah berusaha mengingatkan dan ternyata masih ada yang melanggar maka didoakan saja, semoga hatinya mendapat hidayah. Dengan dialektika dan senyum khas, Mamah Nadia memberikan kalimat penutup dengan mengatakan “Kita ikhtiar untuk menjalankan semua program, untuk pencapaian dan perubahannya, Gusti Allah yang akan mengaturnya. Saya khusnudzon kalau santri yang sering melanggar itu siapa tau di rumahnya yang menjadi keamanan pondok. Menerapkan cara mendidik yang ada di Pondok Pesantren Al-Anwar 3 ini. Mondok di sini sebagai ajang untuk belajar.”