Rakānah adalah salah satu simbol keberanian dan kekuatan fisik di Makkah. Ia dikenal sebagai pegulat yang tak terkalahkan. Suatu hari ia bertemu dengan Rasulullah Saw. di satu jalanan di antara pegunungan Makkah.
“Saya berharap engkau bertakwa kepada Allah dan menerima apa yang saya dakwahkan!” kata Nabi Muhammad Saw. kepadanya.
“Jika saya mengetahui bahwa apa yang engkau sampaikan adalah kebenaran, tentu saya akan mengikutimu,” jawab Rakānah.
“Katakan padaku, jika dalam pertandingan saya berhasil menjatuhkanmu apakah kamu akan meyakini bahwa apa yang saya sampaikan adalah kebenaran?”
“Iya ..!”
“Kalau begitu, berdirilah! Kita akan bertanding dan saya akan menjatuhkanmu!”.
Beberapa saat kemudian, Rasulullah Saw. berhasil menjatuhkannya hingga ia tak mampu bergerak. Ia tampak heran dan berkata, “Ulangi, wahai Muhammad!” Akan tetapi, Nabi Muhammad kembali menjatuhkannya. “Ini sungguh menakjubkan! Bagaimana bisa engkau menjatuhkanku!?” kata dia dengan penuh keheranan.[1]
==
Rencana perjalanan menuju Badar dilakukan oleh Rasulullah Saw. dengan sembunyi-sembunyi. Busaisah—mata-mata yang diutus untuk mengintai kafilah dagang Abu Sufyan—telah datang memberi kabar. Beliau memutuskan untuk segera berangkat dan menyampaikan pengumuman dengan segala kesamarannya:
“Ada sesuatu yang sedang kita cari. Siapa yang kendaraannya telah siap-sedia, mari berangkat bersama kami.”[2]
Tak ada penjelasan definitif mengenai tujuan perjalanan ini. Imam An Nawawi dalam menjelaskan Hadis ini mengatakan bahwa sebaiknya imam menyamarkan dalam peperangan, agar keberangkatannya tak tercium oleh musuh.[3] Karena kondisi yang seperti ini, dapat dimengerti kenapa persiapan perang tidak maksimal. Kekuatan perang yang berangkat tak mencerminkan kekuatan Madinah yang sesungguhnya. Namun justru karena itu, Perang Badar menjadi sangat heroik.
Pasukan yang berangkat berjumlah 300 lebih sedikit, namun hanya dengan dua kuda. Imam Ali Ra. mengatakan, “Tak ada kuda yang menyertai kami kecuali dua saja, kuda yang ditunggangi oleh Az Zubair dan kuda yang ditunggangi oleh Al Miqdad bin Al Aswad.[5]
Jumlah untanya juga tak banyak. Rata-rata tiap tiga tentara bergantian menaiki satu unta. Abu Bakar, Umar, dan Abdurrahman bin Auf bergantian menaiki satu unta; demikian juga dengan Zaid bin Haritsah, Usamah putranya, dan Kabsyah (ketiganya adalah para budak yang telah dimerdekakan oleh Rasulullah). Bagaimana dengan Rasulullah sendiri? Mari dengarkan cerita Ibn Mas’ud sebagaimana diriwayatkan oleh Imam Ahmad:
“Kami, saat Perang Badar, tiap tiga orang menaiki satu unta. Abu Lubabah dan Ali bin Abi Thalib adalah dua tentara yang menyertai Rasulullah Saw. Saat sedang giliran Rasulullah menaiki unta, dua tentara ini berkata kepada beliau: “Kami berdua (saja yang) akan terus berjalan menggantikan engkau!” Akan tetapi Rasul Saw. (justru) menjawab: “Kamu berdua tidak lebih kuat daripada saya, dan saya juga membutuhkan pahala seperti halnya dengan dirimu berdua.”[5]
Jarak tempuh dari Madinah ke Badar adalah 150 km., kira-kira setara dengan Sarang-Semarang, atau Sarang-Surabaya, jarak yang cukup jauh. Ditambah dengan suhu yang panas, dan saat itu sedang puasa Ramadhan. Butuh kekuatan fisik agar survive sampai di lokasi, karena sesampainya di sana tidak untuk beristirahat akan tetapi justru sebaliknya, perang melawan 1000 pasukan kafir.
Dua cerita di atas menggambarkan betapa primanya fisik Rasulullah Saw. Tak heran, dalam penjelasan mengenai fisik beliau sering kita dengar kalimat “sawā’an aṣ ṣadr wa al baṭn”, yang rata dada dan perutnya.[6]
Kanjeng Nabi Dawuh, “Mukmin yang kuat lebih baik dan lebih dicintai Allah ketimbang mukmin yang lemah.”[7] Salah satu pemaknaannya adalah bahwa mukmin yang fisiknya kuat lebih dicintai oleh Allah SWT., karena sejumlah aktifitas yang dapat memberi manfaat kepada pribadi maupun kepada sesama akan banyak ditunjang oleh kekuatan fisik.
Makna lain adalah bahwa mukmin yang imannya kuat, pendiriannya teguh dan mentalnya prima lebih dicintai oleh-Nya. Saat-saat pemilu seperti ini umat Islam sangat membutuhkan kekuatan iman agar tidak mudah jatuh pada “politik uang”, gampang memberi stigma buruk kepada mereka yang tak sepilihan, dan merasa paling benar atau paling pintar sehingga menganggap hanya pilihannya saja yang sahih dan diridhai oleh Allah Swt. Pada tataran ini, seringkali mereka yang secara fisik dan ekonomi kurang prima justru lebih tangguh karena memiliki iman yang jauh lebih berkualitas.
Dua penjelasan ini saya kira sama-sama benar dan saling melengkapi. Bahkan umat Islam perlu memiliki kekuatan-kekuatan lainnya yang positif, seperti kekuatan politik, kekuatan ekonomi, dan kekuatan intelektualitas.
___________________
[1] Sīrah Ibn Hisyām, juz 2, hal. 28.
[2] Ṣaḥīḥ Muslim, juz 3, hal. 1509
[3] Syarh Muslim, juz 13 hal. 45
[4] Al Mustadrak li al Ḥākim, juz 3, hal. 22
[5] Musnad Ahmad, juz 7, hal. 17.
[6] As Sīrah li Ibn Kaṡīr, hal. 263.
[7] Ṣaḥīḥ Muslim, juz 8, hal. 56.
Keterangan foto:
Gowes di Ponorogo dengan alumni-alumni Sarang, termasuk alumni Stai Al Anwar, dan juga kawan-kawan Ansor dan Banser. Perjalanan pulang dari Pacitan, alhamdulillah diajak teman-teman gowes di Ponorogo.
Semoga semua diberi kekuatan mental-spiritual dan juga kekuatan fisik-material.
*Tulisan ini diambil di akun Facebook KH. Abdul Ghofur Maimoen.