Beranda > Senggang > Opini > Sebelum Sholat Jamaah

Sebelum Sholat Jamaah

Sebelum Sholat Jama'ah

Oleh : Rifqi Maulana

Salah satu keutamaan santri setidaknya mengikuti sholat jama’ah. Itu sudah digariskan dari guru-guru terdahulu. Apalagi dalam kegiatan apapun, dalam pelaksanaan jika bersama-sama terasa meringankan. Banyak keutamaan jika dilakukan bersama. Jika hal berat menjadi ringan kala ro’an atau kerja bakti, selanjutnya jika makalah cepat purna kalau berjamaah, dan banyak sekali ‘jika’ berkonklusi positif lainnya yang bermunculan tuing-tuing. Hingga uji nyali di tengah kuburan terasa biasa saja atau setidaknya takut berjamaah jika memang ada setan yang dapat menggigit seperti penggambaran di dalam film-film layar lebar hari ini, juga dilakukan secara berjamaah.

Manusia memilki sifat berkoloni yang sangat ada. Biasanya bahasa yang dipakai adalah karena ia makhluk sosial. Buktinya saat memasuki fase kanak-kanak, ia akan mencari teman sejawat yang mau melakukan hal secara berjama’ah seperti main kelereng, petak umpet, masak-masakan, masuk sekolah sore atau sekolah Diniyah, hingga ngaji alif-ba-ta setelah maghrib di Mbah Modin.

 

Fase selanjutnya memasuki pengenalan impuls dengan negasi-negasi selanjutnya. Remaja awal, sebut saja begitu, akan disuguhkan berbagai percobaan penilai-nilai positif yang telah diajarkan. Ia mencari hal lain dari masuk sekolah diniyah, misalkan tidak ikut mengaji alif-ba-ta, tidak tidur siang, dan hal yang tidak-tidak lainnya dalam kapasitas remaja awal. Kejadian-kejadian mengerikan ini akan lebih massif dilakukan jika berjamaah. Pola ini akan menuntut pada penjelasan siapa temanmu, itulah kamu.

BACA JUGA :  Ngaji Zero Waste: Sebuah Gaya Hidup untuk Menjadi Manusia Positif

Itu tentang jamaah.

Hal yang perlu diketik dan bisa diedit adalah pola pra-sholat jamaah. Ya, pra-sholat jamaah, terkhusus di dalam perkumpulan seperti di pondok tercinta. Secara spesifik, sebelum sholat akan dilaksanakan adzan dan dzikir. Istilah dzikir lebih tepat karena yang dibaca tidak hanya shalawat, juga do’a. Pelaksanaannya dirasa ada yang kurang memberi semangat untuk sholat berjamaah.

Ceritanya penulis adalah remaja awal yang mencari negasi-negasi dari bacaan yang dibaca. Selama ini tidak ada atau belum pakem nada yang dipakai. Akulturasi daerah santri yang melantukan menjadi hal tersendiri berubah menajdi unik. Tambahan deskripsi adalah unik dan berwarna. Coba kamu sesekali menyimak dengan seksama bagaimana nada yang dipakai setiap sebelum jamaah sholat zuhur, asar, hingga isya’. Akan ada nuansa unik dari Lampung, Jambi, Pati, hingga Jepara.

Berbeda daerah, berbeda pula bacaannya. Sampai di titik ini setidaknya ada dua mazhab yang tertera; kalau ingin kejam menyebutnya yakni aliran mellow dan semangat. Keduanya tidak salah, namun kurang pas.

BACA JUGA :  TEMBOK PENJARA SUCI

 

Pertama, Zikir yang dibaca menurut khalayak berubah-ubah. Sebagai contoh dalam pra-jamaah maghrib. Setelah Aqidatul Awam, terkadang Ya Sayyidi, Salawat Nariyah, dan salawat lainnya. Ini menjadi keheningan tersendiri bagi santri yang belum hafal.

Kedua, Pembacaan dengan selera masing-masing. Dalam poin ini lebih kepada aliran mellow, yang di depan, yang mengetahui salawatannya.

Ketiga, Jika didukung penggunaan Nubzatul Anwar adalah pakem bacaannya, maka setidaknya harus klik dengan yang ditulis didalamnya. Maghrib malam selasa, membaca Salawat Abu Nawas, selain itu Ya Sayyidi, dan seterusnya. Setidaknya santri memiliki acuan.

Pernah suatu hari Sub. Jamaah memiliki gagasan untuk menunjuk para muazin untuk memegang mikrofon dan sudah terpasang di dinding musalla. Namun agaknya kurang terhadap pelaksanaannya. Atau paling tidak ditunjuk satu muazin untuk memegang di 5 sholat waktu. Pun bacaannya disesuaikan seperti di Pusat. Lebih terarah dan enak.

Semoga negasi ini tidak berjamaah. Hanya menurut remaja awal yang belum konsisten sholat berjama’ah. (*)

Fahrur Razi
Santri aktif pondok pesantren Al Anwar 3

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *