Beranda > Senggang > Puisi Santri > Makna Menghormati Guru: Pelajaran dari Sebuah Pesantren

Makna Menghormati Guru: Pelajaran dari Sebuah Pesantren

menghormati

Aku masih ingat suatu peristiwa pada dua tahun silam. Jika kau ingin, mari aku ceritakan kepadamu. Cerita ini tidak panjang, bisa kau baca untuk melepas penatmu atau saat kau rindu kepada gurumu.

…………….

“ Menghormati guru tidak hanya dengan menundukkan kepala saat berjumpa, mencium tangan dengan mesra, atau memberi hadiah berupa harta.”

Kalimat itu terus terngiang di benak Ika, gadis yang selalu membawa buku dan pulpen warna-warni ke mana-mana. Dua tahun lalu, sebuah kejadian sederhana tetapi sarat makna terjadi di pesantrennya, meninggalkan kesan mendalam tentang arti sebenarnya dari menghormati seorang guru.

Sebagai anak pesantren, Ika juga rajin mengaji, ia akan menyiapkan perlengkapan ngajinya setelah jamaah salat Asar dengan segera. Kitab dan buku catatan selalu berdampingan dalam dekapan. Kitabnya selalu penuh dengan apsahan dan bukunya penuh dengan catatan. Ia berpikir, kalau saja lupa, ia bias membuka kembali catatannya.

BACA JUGA :  Bagaimana Islam Memandang Hari Ibu?

Selepas mengaji, sambil menunggu adzan maghrib, Ika mengobrol bersama teman-teman kamarnya. Saat itu, Ika bercerita tentang sosok guru yang dicintai oleh seluruh santrinya, yaitu Mamah- atau yang sering dikenal dengan Ibu Nyai.

“Teman-teman, aku ada satu kisah untuk diceritakan,” Ika memulai ceritanya.

Selepas berjamaah, setiap santri akan bersalaman dengan Mamah. Ada suatu kejadian dimana Mamah ngendikan yang berkaitan dengan salaman.

Beliau menasihati santrinya untuk tidak berlebihan dalam menghormati guru.

“Mamah Bilang Jangan Lebay, Hormat Itu Simpel Ko”. Ucap Ika di sela-sela bercerita.

Beliau lebih suka santri-santrinya memberi hormat dengan cara lain yaitu melakukan kewajiban sebagai santri. Menaati peraturan pesantren seperti salat berjamaah, mengantri dengan baik dan menjaga bumi dengan mengurangi sampah plastik. Dengan tidak melanggar aturan yang ditetapkan, itu sudah bagian dari cara menghormati guru.

“ Menghormati guru tidak hanya dengan menundukkan kepala saat berjumpa, menyalimi dengan dicium mesra atau memberi hadiah berupa harta.”

BACA JUGA :  Ingat-Ingat Sesaat

Mendengar cerita Ika, teman-temanya termenung.

“Aku baru tahu kalau menghormati guru tidak selalu harus mengikuti tradisi, seperti mencium tangan atau menunduk dalam,” ujar Lili.

Yaya, salah satu teman lainnya, menimpali, “Tapi bukankah itu juga termasuk bentuk penghormatan?”

“Iya, memang,” jawab Ika. “Tapi menghormati tidak hanya soal gestur. Intinya adalah memahami pesan dan nilai yang diajarkan guru, lalu mengamalkannya, bagaimanapun caranya, asalkan hal itu ditujukan untuk memuliakan, maka boleh saja. Sebab guru itu harus kita muliakan sebagaimana syiir yang dilantunkan oleh Ali:

رأيت أحق الحق حق المعلم # وأوجبه حفظا على كل مسلم

لقد احق أن يهدى إليه كرامة # لتعليم حرف واحد ألف درهم

Kumandang adzan Maghrib terdengar, Ika dan teman-temannya mengakhiri obrolan mereka dan segera bersiap untuk kegiatan lainnya.

Cerita Ika sudah selesai. Ada yang bisa kau petik? Atau mungkin kau merasa sedikit terusik? Tulis saja, lalu kau boleh mengirimkannya ke pp.alanwar3.

*Rindah Afsheen

Tim Multimedia PP. Al Anwar 3
Website dikelola oleh Tim Multimedia Pondok Pesantren Al Anwar 3 Sarang

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *