Beranda > Keilmuan Islam > Esensi Penciptaan Manusia: Relevansi Pendidikan dalam Meraih Mimpi Kebahagiaan

Esensi Penciptaan Manusia: Relevansi Pendidikan dalam Meraih Mimpi Kebahagiaan

“Kebaikan manusia bisa jadi akan melebihi malaikat, namun sebaliknya, kejelekannya pun bisa melebihi iblis” -Babah Ghofur.

Tidak ada hal lain yang membedakan antara manusia dan hewan kecuali akal, (al-Insanu Hayawanu al-Nathiq). Keistimewaan manusia hanya terletak pada akal, dengan akal tersebut manusia akan menjadi istimewa daripada yang lain, jika digunakan secara maksimal.

Di dalam al-Qur`an Surat al-Baqarah Ayat 30-32. Ada sedikit kisah tentang pencipataan “khalifah fil ardli” (manusia) oleh Allah yang diprotes sebagian Malaikat. Suatu ketika Allah mengabarkan kepada para Malaikat hendak menciptakan makhluk yang bernama manusia. Namun sebagian dari Malaikat (‘awamul malaikat), memprotes Allah SWT, dengan berkata: “Mengapa Engkau hendak menciptakan manusia yang nantinya mereka akan berbuat kerusakan di bumi dan pertumpahan darah?. Bukankah kami tak henti-hentinya untuk selalu bertasbih, bertahmid dan selalu memuji-Mu wahai Allah”. Lalu apa jawaban Allah kepada para Malaikat, “aku lebih mengetahui dari apa yang tidak kamu ketahui.

Lantas, Allah SWT membuat suatu sayembara atau adu kecerdasan -ibaratnya- antara Nabi Adam dan Malaikat, keduanya diberikan materi ilmu. Kemudian setelah itu Allah SWT meminta kepada Malaikat untuk menjelaskan dari apa yang telah disampaikan Allah kepadanya. Namun apa yang terjadi?. Ternyata malaikat tidak bisa menjelaskan secara detail dari apa yang telah disampaikan Allah kepadanya. Sedangkan, Nabi Adam pada saat itu mampu menjelaskan secara detail. Akhirnya, Malaikat pun mengakui kekalahannya dan berakata :”Sesungguhnya Engkau adalah dzat yang Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana, sedangkan kami tidak akan bisa mengetahui kecuali Engkau mengajari kepada kami”. Akhirnya, Mereka (para malaikat) mengakui kekurangannya.

Nah, dari kisah tersebut benang merah yang dapat kita ambil bahwa fitrah daripada manusia yaitu diberikan potensi untuk berpikir. Dengan ilmunya Allah manusia akan mampu mengetahuinya. Disebutkan dalam salah satu hadits kanjeng nabi :

عَنْ اِبْن عَبَّاسِ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ : قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : مَنْ يُرِدِ اللهُ بِهِ خَيْرًا يُفَقِهْهُ فِيْ الدِّيْنِ وَاِنَّمَا الْعِلْمُ بِالتَّعَلُّمِ. (رَوَاهُ الْبُخَارِىْ)

Dari Ibnu Abbas R.A Ia berkata : Rasulullah SAW bersabda : “Barangsiapa yang dikehendaki Allah menjadi baik, maka dia akan dipahamkan dalam hal agama. Dan sesungguhnya ilmu itu didapat dengan belajar”. (HR. Bukhori)

Perlu digarisbawahi dari cerita tersebut yaitu Allah mengajari manusia dengan ilmu-Nya. Ini membuktikan bahwa ada unsur pendidikan yang Allah berikan kepada Nabi Adam. Maka, dari itu manusia harus selalu belajar, karena dalam hadist tersebut juga dikatakan bahwa ilmu dapat diperoleh dengan belajar. Sebagaimana yang telah dilakukan oleh kakek dari semua manusia, beliau Nabi Adam A.s. Beliau di antara para kekasih Allah lainnya yang dijadikan pilihan pertama sebagai figur yang baik bagi umat manusia, seperti yang termaktub dalam firman-Nya:

BACA JUGA :  Halaqah Iman

إِنَّ اْللّهَ الصْطَفىَ آدَمَ وَنُوْحاً وَآلَ إِبْرَهِيْمَ وآلَ عِمْرَانَ عَلىَ الْعَالَمِيْنَ.

Artinya:

“Sesungguhnya Allah telah memilih Adam, Nuh, keluarga Ibrahim dan keluarga ‘Imran melebihi segala umat (pada masing-masing). (Ali ‘Imran ayat 33).

Orientasi daripada belajar, adalah kepahaman menyeluruh tentang sesuatu. Ketika itu telah tercapai, maka impiannya adalah kebahagiaan. Menurut Triatna, dalam bukunya Administrasi Pendidikan Filsafat dan Teori, dikatakan bahwa dalam hidup manusia, itu mempunyai dua orientasi yaitu bahagia di dunia dan akhirat. Orientasi tersebut teramanatkan dalam UU No. 20 Tahun 2003 dalam bab 1 pasal 3, yang berisi tentang fungsi dan tujuan pendidikan nasional. Sesuai dengan tujuan pendidikan nasional yaitu sebagai upaya untuk menjadikan manusia sebagai makhluk yang berakhlak mulia. Perilaku akhlak mulia tercermin pada diri seseorang yang mempunyai kemauan dan kemampuan untuk memikirkan dirinya sendiri, keluarga, sekolah dan lingkungannya. Manusia seperti inilah yang harus diwujudkan oleh pendidikan, maka perlu adanya pendidikan yang berkualitas.

Pendidikan yang berkualitas tersebut nantinya diharapkan bisa mencetak manusia berkarakter, terlebih mampu mengembangkan pontensi dalam dirinya. Bahkan bukan hanya berkembang saja, akan tetapi lebih jauh akan mengangkat derajat sesorang di sisi-Nya. Begitupun juga manusia, perlahan mereka akan sadar bahwa sejak awal penciptaannya tidak lain hanyalah untuk diuji. Sebagaimana firmannya:

اَلَّذِيْنَ خَلَقَ الْمَوْتَ وَالْحَيَاةَ لِيَبْلُوَكُمْ أَيٌّكُمْ أَحْسَنُ عَمَلاً وَهُوَ الْعَزِيْزُ الْغَفُوْرُ.

Artinya:

“Yang menciptakan mati dan hidup, untuk menguji kamu, siapa di antara kamu yang lebih baik amalnya. Dan dia Maha Perkasa dan Maha Pengampun.” (Al-Mulk ayat 2).

Ujian diterjemahkan ke dalam pelbagai macam pilihan yang melingkupi semua ruang kehidupan manusia. Akan tetapi, semua pilihan itu hakikatnya hanya berasal dari dua hal yang berbeda. Kita ambil contoh mudahnya, di dunia pasti ada orang baik dan sebaliknya ada orang tidak baik. Sekarang kita sedang Ujian Madrasah Diniyyah Takmiliyah, kewajiban kita adalah memilih belajar dan tidak belajar. Kalau kita memilih belajar akibatnya semua soal bisa kita selesaikan dengan baik. Sedangkan kalau tidak belajar otomatis kita akan kelabakan ketika mengerjakan soal, begitupun seterusnya. Kedua refleksi tersebut adalah sebahagian kecil dari opsi yang harus kita pilih dalam hidup. Maka dari itu, diciptakan pula dua tempat kehidupan abadi, keaabadian dalam kebahagiaan dan kesengsaraan yang abadi. Bagi mereka yang bahagia Surga adalah jaminan untuknya, ketika di dunia berlaku baik. Sebaliknya, ada kesengsaraan abadi di Neraka, bagi mereka yang selama hidupnya tidak baik-baik saja.

BACA JUGA :  Uang Nyasar dan Bayar Hutang dengan Tanah Wasiat (Hukum dan Kejelasan)

Di dunia ini selalu ada pilihan dari dua kutub yang berlawanan, baik dalam sebab maupun akibat (unsur kausalitas). Adanya pilihan tersebut membuktikan tentang urgensi “memilih” dan “pilihan atau objek yang dipilih”. Memilih adalah representasi dari tujuan manusia diciptakan yaitu untuk diuji. Sedangkan apa yang dipilih adalah representasi adanya janji Allah dari kedua ruang yang berlawanan tadi. Maka, konsekuensinya manusia harus mampu memilih yang sesuai dengan kriteria baik yang telah ditetapkan-Nya agar kelak di akhirat dapat menyelami samudra kebahagian dari-Nya. Dari pilihan tersebut juga nantinya akan membedakan manusia–di sisi-Nya–satu dengan lainnya. Apa yang dipilih adalah kunci dari apa yang akan dia dapatkan. Jika demikian, maka manusia membutuhkan peran pendidikan untuk mengoptimalkan potensi akal yang diberikan dengan maksimal.

Sejalan dengan itu, tujuan pendidikan seperti yang telah dirumuskan dalam Undang-Undang Negara Republik Indonesia, sebagaimana yang tertuang dalam Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Standar Sistem Pendidikan Nasional dalam bab II pasal 3 yang berbunyi: “Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar mrnjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab” (Triatna, 2017:7).

Konklusinya adalah bahwa tujuan pendidikan sebagaimana yang tertuang dalam undang-undang tersebut menunjukkan sebuah kondisi ideal bagi setiap pribadi yang telah lulus dari lembaga pendidikan yaitu menjadi manusia paripurna. Dewasa ini, semua lembaga pendidikan menggenjot (mengintensifkan) pelbagai kebijakan-kebijakan baru untuk mencapai tujuan pendidikan yang telah ditetapkan. Manusia paripurna menjadi titik fokus pembahasan ini. Manusia paripurna yang dimaksudkan ialah manusia selalu belajar menjadi lebih baik, belajar mengetahui esensi di balik penciptaannya. Setelah mengetahui akan tujuan dari manusia diciptakan adalah untuk diuji. Langkah selanjutnya adalah peran pendidikan terhadap semua manusia agar bisa belajar menentukan pilihan bahagia hidup di dunia, dan selamanya abadi di akhirat, sebagaimana orientasi dari pendidikan yaitu kebahagian. Sekian, terima kasih.

Oleh : Muhammad Afifuddin*

*) Santri PP. Al-Anwar 3 asal Dadapan Sedan Rembang

Tim Multimedia PP. Al Anwar 3
Website dikelola oleh Tim Multimedia Pondok Pesantren Al Anwar 3 Sarang

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *