Setelah sampai dalam kamar, Curut Betina langsung merebahkan tubuh di kasur kenangan, kecemasannya seketika sirna. Curut Jantan berlalu lalang mengecek sekitar kamar untuk memastikan keamanan dari dunia luar. Ia menutup rapat jendela dan korden putih yang sudah pucat dan lusuh seperti kain kafan. Ia juga mengecek kamar mandi. Namun tiba-tiba ia melompat kaget dan sedikit menahan teriak ketika curut sungguhan berlari keluar ketakutan dari dalam kamar mandi. Curut Betina yang sedang merem–melek melamun membayangkan sesuatu, ikut terkejut dan merespon dengan tertawaan mengejek.
Curut Jantan itu masih terus mengecek keamanan. Ia membuka lemari tua, dan keheranan mulai muncul. Di dalam lemari itu ia mendapati palu dan arit, dan sebuah buku fenomenal sekaligus terlarang: Das Kapital. Belum hilang keheranannya, ia kembali menemukan Al-Qur’an dan Injil yang halamannya sudah dirobek-robek dan ditikam di beberapa bagian. Bulu kuduk Curut Jantan berdiri sekujur tubuh.
“Kita harus keluar dari kamar ini sekarang!” Pekik Curut Jantan sambil menghampiri Curut Betina dan menyeretnya.
Belum sempat keluar dari kamar itu, tiba-tiba suara teriakan segerombolan orang memenuhi lorong-lorong. Masing-masing orang-orang itu membawa pentungan, bedil dan beberapa golok. Mereka berpencar menggeledah semua kamar. Mengobrak-abrik isi ruangan dan barang bawaan penghuni kamarnya, seperti mencari sesuatu.
Dan ketika kamar 13 didobrak paksa, sepasang curut mengkerut panik ketakutan. Segerombolan orang itu menggeledah seluruh isi ruangan, dan mendapati barang fatal: palu, arit, buku Das Kapital, Al Qur’an dan Injil yang sudah dihina-dina.
Atas bukti yang kuat itu, segerombolan orang menuduh mereka komploton PKI dan membacok ria sepasang curut yang tidak tahu menahu, apalagi bersalah. Di hotel itu pada kamar 13 sepasang curut adalah tamu pertama dan terakhir yang meninggalkan darah sebagai kenangan yang kental, pekat dan lengket di tahun 1966.