Dalam Majalah Tebuireng Edisi 82 yang berjudul “Jejaring Santri Tebuireng: Eksistensi 38 Pesantren Santri K.H. M Hasyim Asy’ari di Tanah Jawa”, nama K.H. Abdul Halim Rohman tercatat sebagai santri K.H. Hasyim Asy’ari yang dikenal kompeten dalam ilmu Tasawuf, Manṭiq dan Falak. Di Tebuireng ia belajar selama 4 tahun, namun tidak ada catatan sejak tahun berapa ia mondok di sana. Hanya informasi kediaman, serta keterangan bahwa ia pernah dipukul oleh K.H Hasyim hingga menjadi penyakit bertahun-tahun.
Bersama penyakit itu, K.H. Abdul Halim Rohman mengabdi pada pendidikan hingga akhir hayatnya. Tepatnya di Pondok Pesantren Mamba’ul Khoiriyatil Islamiyah, di Dusun Kedungsuko, Desa Bangsalsari, Jember yang dibangunnya pada tahun 1951 M. Hingga kini, pondok tersebut telah berkembang pesat dengan dilengkapi sekolah formal seperti, MTS, SMK, dan Ma’had Aly.
Berdasarkan keterangan K.H Rohim putra sulungnya, K.H. Halim Rohman dipukul punggungnya karena kesalahpahaman atas santri yang berbuat gaduh di kamar mandi saat K.H. Hasyim Asy’ari wiridan di mihrab. Namun saat K.H. Hasyim hendak memberi peringatan, mereka telah pergi dan sontak K.H. Halim yang hendak mengambil wudhu pada waktu itu malah menjadi tersangka dan menerima peringatan. Sayangnya, tidak ada keterangan detail terkait penyakit yang dideritanya.
Kejadian itu tidak melunturkan rasa cintanya pada guru. Bahkan K.H. Halim menganggap hal itu sebagai kenang-kenangan dan tanda cinta dari gurunya. Sebuah kenangan yang pada akhirnya membekas di tubuhnya dan bahkan menyulut penyakit.
Anehnya, K.H. Halim malah mensyukurinya dengan mengucap alhamdulillah atas itu. Jelas ini fenomena yang amat akan jarang kita temui di kalangan santri atau siswa dalam pendidikan hari ini yang malah serba tolak-lapor akan sanksi fisik yang didapat meski itu pantas dan tidak berlebihan dalam pendisiplinan berdasarkan yurisprudensi Mahkamah Agung (MA) No. 1554 K/PID/2013.
Kesalahpahaman yang lumrahnya menyulut kebencian ini, justru membakar semangatnya dalam berdedikasi di dunia pendidikan. Hal itu terbukti dengan karya-karya yang ditulis dan diajarkan pada muridnya, termasuk karya yang juga ia tulis di tengah-tengah sakitnya yang sering kambuh. Terhitung sekitar 8 karya yang terverifikasi penulis dan kebanyakan berbentuk nadham.
Menurut K.H. Zamroji putra ketiganya, sisi produktif dalam berkarya inilah yang ternyata menginspirasi banyak orang. Mulai dari putranya sendiri, cucu, dan bahkan santri-santrinya. Misalnya beliau sendiri, yang telah menulis 13 belas karya yang kebanyakan merupakan komentar terhadap ḥadīth- ḥadīth seperti Ta’jīl Naylul Marām Sharh Bulūgh al-Marām, Maftūhu al-Bāriy Sharh al-Aḥādīth al-Bukhārī, dan lainnya.
Sementara cucunya, Agus Mirbahun Nadzir Ridwan selain menulis kitab atau turats, ia juga menulis buku dan karya akademika lainnya. Misalnya buku Islam Inklusif : Kajian Nilai Multikultural Pesantren. Kemudian karya-karya santrinya yang kebetulan juga menjadi bahan ajar di sana, misal Sirāj al-Sālik ‘Alā Alfiah Ibn Mālik dan 5 kitab lainnya.
Ia lahir pada tahun 1917 M di Desa Dempok, Kecamatan Wuluhan, Jember dari pasangan H. Abdur Rohman dan Sudakem. Selain dikenal alim, sholeh, dan produktif berkarya, ia juga merupakan seorang mursyid tarekat Qadiriyah Wa Naqsyabandiyah (TQN) di Jember. Ia wafat pada tanggal 26 september 1989 M dan makamnya berada di sekitar kompleks pondok.
Dalam hidupnya, ia ditemani wanita bernama Siti Ruqayyah, putri dari salah satu gurunya K.H. Kholil Ghozali (Pengasuh Pesantren Awwalu Ihya’ Darul Amanah Bangsalsari). Darinya ia dikaruniai sepuluh anak, enam laki-laki dan empat perempuan. Dua di antaranya, adalah K.H. Rohim dan K.H. Zamroji.
Selain itu, ia juga berguru pada K.H. Abd. Hamid bin Dimyati Tremas, Pacitan, selama enam tahun. Kemudian pada K.H. Abdulloh Faqih Cemoro, Banyuwangi sebelum akhirnya kembali lagi ke pondok pertamanya di Pesantren Baniy Kholiel Bangsalsari.
Tercatat ada 8 karya yang telah ia dedikasikan dengan tujuan membantu kegiatan belajar-mengajar Agama di Pesantren, terutama di tempat yang ia asuh. Pasalnya, karya-karya ini juga ternyata juga diajarkan di pesantren-pesantren yang didirikan para alumni dan pondok yang terafiliasi dengan Pondok Pesantren Mamba’ul Khoiriyatil Islamiyah. Berikut daftar nama kitabnya;
- Alfiyah al-Baḥiyah fī Qawāid al-Fiqhiyyah, merupakan kitab kaidah ilmu fiqih dalam bentuk seribu nadham yang dimutasi dari kitab al-Asybah wa al-Naẓair fī Qowāid wa Furu’i Fiqhi al-Syafi’iyah
- Qawāid al-Naḥwiyah fī ‘Ilm al-Naḥwu, berisi konsep-konsep dasar ilmu nahwu
- Fawāid al-Mardiyah fī ‘Ilm al-Ṣarfy, berisi konsep-konsep dasar ilmu shorof
- Hidayāt al-Aṭfāl fī ‘Ilm Ṣarraf, menjelaskan tentang i’lal sebagai bagian dari ilmu shorof
- Khulasat al-Miqād fī Qawāid al-Awqād, berisi ilmu falak yang menjelaskan tentang penentuan waktu dan tanggal dalam bulan hijriyah
- Tuḥfat al-Saniyah fī ‘Ilm al-‘Arūd , menjelaskan tentang tata cara untuk mengarang syair Arab
- Minhāj al-Muwāfiq fī ‘Ilm Mantiq, berisi ilmu logika
- Safinat al-Gawāmid Farāiḍ, dalam bidang faraidh atau pembagian warisan
Septian Pribadi, Jejaring Santri Tebuireng: Eksistensi 38 Pesantren Santri KH. M. Hasyim Asy’ari di Tanah Jawa” (Jombang, Majalah Tebuireng Edisi 82, 2022), 19.
Intan Puji Lestari, “Biografi dan Sumbangsih Karya KH. Abdul Halim Rohman Bangsalsari dalam Pendidikan Islam Tahun 1917 – 1989 M”, (Skripsi, IAIN Jember), 54 – 58.
Ahmad Zamroji Halim, Wawancara, Jember 25 Januari 2023.