Beranda > Keilmuan Islam > Pengurus > MELEJITKAN POTENSI DIRI MELALUI KHIDMAH

MELEJITKAN POTENSI DIRI MELALUI KHIDMAH

Salah satu ajaran yang ditanamkan di pesantren adalah khidmah. Secara bahasa, khidmahberarti pengabdian. Melalui khidmah ini, seorang santri dapat memperoleh berkahnya ilmu. Hal ini sebagaimana nasehat yang sering disampaikan oleh Abuya Sayyid Muhammad Alawi Al Maliki Al Hasani bahwa :

ثبات العلم بالمذاكرة، وبركته بالخدمة، ونفعه برضا الشيخ

“Melekatnya ilmu dapat di peroleh dengan cara muthola’ah, dan barokahnya dapat di peroleh dengan cara berkhidmah, sedangkan manfaatnya dapat di peroleh dengan adanya restu dari guru

Banyak santri yang memahami bahwa berkhidmah adalah menjadi abdi ndalem kyai, pengurus pondok, atau berbagai status lain yang secara jelas ada ta’alluq dengan kyai. Namun, seringkali babah Abdul Ghofur Maimoen menjelaskan bahwa berkhidmah beragam caranya. Beliau juga menyampaikan bahwa setiap manusia pasti diberi kelebihan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala. Kelebihan disini berarti sesuatu yang diberikan, melebihi yang kita butuhkan. Misalnya, seseorang memiliki kelebihan harta, kelebihan waktu, kelebihan tenaga, kelebihan pikiran atau kecerdasan dan sebagainya. Kelebihan ini seharusnya dimanfaatkan dengan baik agar dapat memberikan kemaslahatan kepada banyak orang. Beliau memberikan penguatan dengan menuturkan, “Bekerja berdasarkan kebutuhan diri itu tidak boleh, kita harus bekerja berdasarkan pemberian Allah”.

Berdasarkan penjelasan tersebut dapat dipahami, jika kita memiliki kelebihan waktu maka kita harus menggunakan waktu itu untuk berbagai kegiatan yang bermanfaat. Apabila kita diberi kelebihan daya berfikir yang kuat dari Allah, maka kita maksimalkan kemampuan otak kita untuk belajar. Begitu juga, ketika kita diberi kelebihan tenaga fisik, maka kita harus menggunakan tenaga tersebut untuk membantu kepentingan umum dan seterusnya. “Kenapa banyak umat islam tidak berkembang? sebab banyak dari mereka yang mendiamkan pemberian Allah”, lanjut tutur babah.

BACA JUGA :  Silogisme Santri: Keadaan dan Gagasan

Mendukung penjelasan dari babah Ghofur, mamah Nadia juga sering menyampaikan bahwa beliau kurang suka jika santri yang mondok hanya niat hafalan al-Qur’an saja, dengan alasan ingin fokus. Beliau selalu mengarahkan untuk menyertai halafan dengan kegiatan yang lain, seperti sekolah, kuliah, diniyah dan lain sebagainya.

Membahas tentang khidmah atau pengabdian, seseorang tentu dapat melakukannya dengan hal-hal sederhana. Misalnya ialah mentaati peraturan pondok dengan baik dan menjalankan kegiatan dengan penuh tanggungjawab. Tentang hal ini, mamah Nadia Jirjis pernah berkata pada suatu kesempatan, ketika pondok sedang menggalakkan pengurangan, pemilahan dan pengolahan sampah. Tutur beliau ialah, “Saya ridho dengan santri yang ngugemi dan menjalankan hal ini –pengurangan dan pemilahan sampah- dengan baik, bahkan lebih dari sekedar sungkem dan munduk-munduk di hadapan saya”.

Nasehat tersebut memberikan makna bahwa khidmah memang dapat dilakukan melalui hal-hal yang dianggap sederhana, bahkan tidak nampak secara kasat mata sekalipun. Setiap perubahan memang harus dimulai dari dimensi terkecil yaitu diri sendiri. Perubahan yang dimulai dari diri kita sendiri, tentu akan memberikan pengaruh yang lebih besar kepada orang lain. Sering kita sebut bahwa:

لسان الأفعال أفصح من لسان المقال

            Terkait hal tersebut, mamah Nadia pernah mengirim sebuah pesan via Whatsapp pada Group Alumni Al Anwar 3. Inti pesan yang beliau tuliskan ialah, “Babah selalu berdo’a agar diberi anugerah menjadi orang tua yang sholeh, sebelum berdoa memohon diberi anugerah anak sholeh”. Pelajaran dari hal ini adalah sebelum meminta dan memohon anugerah anak sholeh dan anak didik sholeh, ternyata ada amanah untuk menjadikan diri sebagai teladan kesalehan.

BACA JUGA :  K.H. Abdul Halim Rohman: Ulama Produktif Jember yang Sabar Meski Dihukum Sebab Kesalahpahaman

            Pentingnya menjadi teladan ini dibutuhkan oleh setiap orang dalam membentuk iklim yang baik. Terlebih, bagi beberapa yang memiliki amanah dan tanggungjawab lebih dalam menciptakan dan mewujudkan hal baik tersebut, seperti orang tua dalam kelurga, pengasuh dan guru dalam membimbing santri, pun pengurus dalam mengurus para santri.

            Perilaku keteladanan juga telah tercermin pada diri panutan seluruh umat yaitu Rasulullah Shalallau ‘alaihi wa salam. Beliau menyampaikan dakwah islam dengan penuh cinta kasih, kelembutan dan ketulusan, sehingga hukum islam benar-benar menjadi rahmat bagi seluruh alam. Dalil ini mungkin ingin diterapkan oleh sistem Pondok Pesantren Al Anwar 3 dalam menegakkan amar ma’ruf nahi munkar kepada seluruh santri. Pengasuh selalu memberikan nasehat bahwa tidak boleh terlalu keras kepada santri yang melanggar peraturan dan sejenisnya. Sanksi yang diberikan harus memberikan nilai jera yang bukan sebab takut terhadap hukumannya, namun jera sebab meyakini betul bahwa apa yang dilakukan adalah suatu hal yang buruk dan tidak benar. Sanksi yang diberikan juga harus senada dengan pelanggaran yang diperbuat, dengan kata lain mengandung nilai edukasi, bukan hukuman yang cenderung pada fisik dan mengancam mental santri.

            Wal hasil, khidmah dapat kita tempuh dengan berbagai macam cara. Penting untuk kita sadari, bahwa keberkahan ilmu bisa kita dapatkan dari jalan khidmah tersebut. Setiap orang harus khidmah, bahkan minimal berkhidmah pada dirinya sendiri. Sekian

Sarang, 17 Oktober 2021

*Tulisan ini murni interpretasi penulis dari pengajian dan beberapa kegiatan pondok yang diikuti bersama babah Ghofur dan mamah Nadia. Apabila terdapat salah persepsi, semoga dimaklumi.


Oleh : Jitsy

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *