Beranda > Keilmuan Islam > Alumni > Perayaan Maulid Nabi Muhammad

Perayaan Maulid Nabi Muhammad

Perayaan maulid Nabi Muhammad

Secara bahasa maulud adalah waktu kelahiran. Secara istilah diartikan sebagai perayaan rasa syukur dan gembira atas kelahiran Rasul SAW yang biasanya dilakukan pada bulan rabi’ul awal atau Mulud (Jawa). Dalil-dalil perayaan Maulid Nabi SAW. walaupun dalam kenyataannya tata cara perayaan Maulid berbeda-beda di setiap negara, namun esensi dari peringatan Maulid itu sama, yaitu merasa gembira dan bersyukur atas kelahiran Rasulullah SAW. Yang mana kelahiran Rasulullah SAW adalah sebuah anugerah Allah kepada kita yang harus disyukuri, sebagaimana firman Allah SWT:

قُلْ بِفَضْلِ اللهِ وَبِرَحْمَتِهِ فَبِذَالِكَ فَلْيَفْرَحُوْا (يونس:١٥٨)

“Katakanlah (Muhammad), sebab anugerah dan rahmat Allah (kepada kalian), maka bergembiralah mereka.”(QS.Yunus:58).

Dalam sebuah hadis diriwayatkan oleh Imam Muslim dikatakan bahwa Rasulullah SAW mensyukuri hari kelahirannya dengan berpuasa. Dalam sebuah hadis diriwayatkan:

عَنْ أَبِي قَتَادَتَ اْلاَنْصَارِيِّ اَنَّ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ سُئِلَ عَنْ صَوْمِ الْاِثْنَيْنِ فَقَالَ فِيْهِ ولُدِتْ ُوَفِيْهِ أُنْزِلَ عَلَيَّ(رواه مسلم، ١٩٧٧)

“Diriwayatkan dari Abu Qatadah al-Anshari RA bahwa Rasulullah pernah ditanya tentang puasa senin, maka beliau menjawab: Pada hari itulah aku dilahirkan dan wahyu diturunkan kepadaku.” (HR.Muslim:1977).

Dalil Kedua,

وَقَالَ اْلاُسْتَاذُ اْلاِمَامُ الْحَافِظُ اْلمُسْنَدُ الذُّكْتُوْرُ اْلحَبِيْبُ عَبْدُ اللهِ بْنِ عَبْدِ اْلقَادِرِ بَافَقِيْهِ بِأَنَّ قَوْلَهُ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَنْ عَظَمَ مَوْلِدِيْ كُنْتُ شَفِيْعًا لَهُ يَوْمَ اْلِقيَامَةِ مَارَوَاهَ ابْنُ عَسَاكِرَ فِى التَّاريْخِ فِى الْجُزْءِ اْلاَوَّلِ صَحِيْفَةُ سِتَّيْنِ وَقَالَ الذَّهَبِى صَحِيْحٌ اِسْنَادُهُ.

BACA JUGA :  MALAM PUNCAK MAULID NABI DAN HARI SANTRI, AL-ANWAR 3 BERSHOLAWAT DITENGAH HUJAN

Ustadz Imam al-Hafidz al-Musnid DR. Habib Abdullah Bafaqih mengatakan bahwa hadis “مَنْ عَظَمَ مَوْلِدِيْ كُنْتُ شَفِيْعًا لَهُ يَوْمَ اْلِقيَامةِ” seperti diriwayatkan Ibnu Asakir dalam Kitab Tarikh, juz 1,hlm 60, menurut Imam Dzaraby sahih sanadnya.

 

Dalil ketiga dalam kitab Madarij As-shu’ud Syarah al-Barzanji, hlm 15:

قَالَ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَنْ عَظَمَ مَوْلِدِيْ كُنْتُ شَفِيْعًا لَهُ يَوْمَ اْلقِيَامَةِ.

Rasulullah bersabda: Siapa menghormati hari lahirku, tentu aku akan memberikan syafa’at kepadanya dihari Kiamat.

Dalil keeempat dalam Madarif as-Shu’ud, hlm.16

وَقَالَ عُمَرُ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ مَنْ عَظَمَ مَوْلِدِ النَّبِي صَلًّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَدْ اَحْيَا الْاِسْلَامَ.

Umar mengatakan: Siapa yang menghormati hari lahir Rasulullah sama artinya menghidupkan Islam.

Sekitar lima abad yang lalu, Imam Jalaluddin al-Shuyuthi (849-910 H/1445-1505 M) pernah menjawb polemik tentang perayaan Maulid Nabi SAW. Di dalam al-Hawi li al-Fatawi beliau menjelaskan: “Ada sebuah pertanyaan tentang perayaan Maulid Nabi Saw pada bulan Rabi’ul Awal, bagaimana hukumnya menurut syara’. Apakah terpuji ataukah tercela? Dan apakah orang yang melakukannya diberi pahala ataukah tidak? Beliau menjawab, “Jawabannya menurut saya bahwa semula perayaan Maulid Nabi Saw. yaitu manusia berkumpul, membaca al- Qur’an dan kisah-kisah teladan Nabi SAW sejak kelahirannya sampai perjalanan kehidupannya. Kemudian menghidangkan makanan yang dinikmati bersama, setalah itu mereka pulang. Hanya itu yang dilakukan, tidak lebih. Semua itu termasuk bid’ah hasanah. Orang yang melakukannya diberi pahala karena mengagungkan darejat Nabi SAW, manampakkan suka cita dan kegembiraan atas kelahiran Nabi Muhammad SAW, yang mulia.” (Al-Hawi li al-Fatawi,juz1,hal.251-252).

BACA JUGA :  FOBIA

Bahkan hal ini juga diakui oleh Ibnu Taimiyyah, sebagaimana dikutip oleh Sayyid Muhammad bin Alawi al – Maliki: “Ibnu Taimiyyah berkata,”Orang-orang yang melaksanakan perayaan Maulid Nabi SAW, akan diberi pahala. Demikian pula yang dilakukan oleh sebagian orang, adakalanya bertujuan meniru kalangan Nasrani yang memperingati kelahiran Isa AS, dan ada kalanya juga dilakukan sebagai ekspresi rasa cinta dan penghormatan kepada Nabi SAW. Allah SWT akan memberi pahala kepada mereka atas kecintaan mereka kepada Nabi mereka, bukan dosa atas bid’ah yang mereka lakukan.” (Manhaj al-Salaf fi Fahm al-Nushush Bain al-Nazhariyyah wa al-Tathbiq, hal 399). Selama ini Ibnu Taimiyah dijadikan panutan bagi kelompok – kelompok yang mengingkari, bahkan mengatakan bahwa tradisi dan amaliah – amaliah NU bid’ah.

 

*Diambil dari status facebook Yusuf Adrianto

Tim Multimedia PP. Al Anwar 3
Website dikelola oleh Tim Multimedia Pondok Pesantren Al Anwar 3 Sarang

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *