Beranda > Keilmuan Islam > Awal Mula Kebahagiaan

Awal Mula Kebahagiaan

awal mula kebahagiaan

Sejak dari awal kerasulan, Allah Swt. telah menyampaikan kepada Baginda Rasul saw., bahwa ada kesuksesan dan kebahagiaan di balik kesulitan. Allah Swt. seringkali menyembunyikan banyak kemudahan di balik musibah yang menimpa seseorang.

“Fainna ma’al ‘usri yusran. Inna ma’al ‘usri yusran.” Sesungguhnya bersamaan dengan kesulitan terdapat kemudahan. Sungguh, bersamaan dengan kesulitan terdapat kemudahan.

Pelaksanaan pesan ini tampak jelas terbaca dalam sirah Rasulullah saw., hal yang membuatnya tak pernah putus asa dalam setiap menghadapi kesulitan hidup dan dakwah. Bahkan, tampak jelas optimisme Rasul saat menghadapinya. Rasul tidak menatap pada kesulitannya, akan tetap fokus pada kesuksesan dan raihan-raihan yang akan dia capai di baliknya.

Sulitnya hidup dan dakwah di Makkah paska ditinggalkan oleh pamannya, Abu Thalib, dan istrinya, Khadijah, tak membuat Baginda Rasul kendor berdakwah. Juni tahun 619 M., beliau melangkahkan kaki menuju Thaif, kota kedua terpenting setelah Makkah. Beliau berjalan kaki menuju ke sana, dengan jarak kira-kira 87 km dengan medan yang sulit.

Sebagian bahkan mengatakan, Rasul menuju Thaif melalui jalur Seil, dengan jarak tempuh 120-130an km. Pendapat ini memiliki kedekatan dengan penjelasan buku Nuzhatul Musytaq karya al-Idrisy, bahwa jarak antara Makkah dan Thaif adalah 60 mil. Jika 1 mil sama dengan 1848 meter, maka 60 mil berarti sekitar 110 km.

BACA JUGA :  Tarekat “Thalabul Ilmi”

Thaif adalah kota pegunungan dengan ketinggian 1700 meter dari permukaan laut, dan ke arah barat dan selatan akan semakin tinggi hingga mencapai 2500 meter. Rasul menuju kota ini dengan jalan kaki agar tak disangka hendak meninggalkan Makkah, dan hanya ditemani oleh putra angkatnya, Zaid bin Haritsah[1]. Tanpa semangat dan optimisme, rasanya mustahil mencapai kota Thaif hanya dengan jalan kaki di bawah sengatan matahari bulan Juni yang amat panas.

Di sana Baginda Rasul disambut oleh tiga pemimpinnya dengan sangat keras. Namun demikian, beliau tetap bertahan hingga sepuluh hari sebelum akhirnya diusir dengan cara yang sangat tak pantas. Salah satu yang menguatkannya adalah keyakinan bahwa pasti ada kesuksesan di baliknya.

 

Baginda dipermalukan dengan cara diarak keluar dari Thaif oleh anak-anak, preman-preman dan sebangsanya. Tiga mil atau kira-kira lima km. perjalanan, setelah tak lagi diikuti, Baginda Rasul beristirahat di sebuah kebun. Addas, seorang ghulam (budak muda) beragama kristen diutus oleh kedua tuannya, Utbah dan Syaibah, untuk menemui Nabi Muhammad saw. memberinya suguhan seonggok anggur. Rasul saw. membaca “bismillaah,” lalu memakannya. Addas dibuatnya terheran.

BACA JUGA :  AKHLAK DAN CITA-CITA PANCASILA

“Tak satu pun penduduk negeri ini yang melafalkan kalimat ini,” kata Addas kepada Baginda.

“Kamu dari negeri mana?” tanya Baginda.

“Dari Ninawi[2].”

“Dari kotanya Sang Lelaki yang saleh, Yunus bin Matta?”

“Dari mana engkau mengetahui Yunus bin Matta” katanya semakin terheran.

“Dia adalah saudaraku. Dia nabi dan saya (juga) nabi,” jawab Baginda.

Addas tersungkur, ia mencium kepala, kedua tangan dan kedua kaki Baginda. Ia (Addas) menangis. Segera ia masuk Islam.

Addas barangkali adalah salah satu permulaan dari kebahagiaan yang tersembunyi di balik kesulitan hidup dan dakwah yang dihadapi oleh Baginda, yang segera disusul dengan kebahagiaan-kebahagiaan yang lain.

+++

awal mula kebahagiaan
Foto: dua masjid yang dipercayai merupakan tempat pertemuan Baginda Rasul dengan Addas. Sebagian percaya dengan yang pertama dan sebagian lain percaya dengan yang kedua. Tempat pertemuan tersebut diabadikan dalam bentuk masjid.

 

Wallaahu a’lam.

[1] Saat itu namanya masih Zaid bin Muhammad

[2] Ninawi adalah negeri di utara Irak.

 

*Dr. KH. Abdul Ghofur Maimoen. MA

sumber: https://www.facebook.com/abdul.maimoen/posts/10220299442416771

Fahrur Razi
Santri aktif pondok pesantren Al Anwar 3

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *